Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta kepada pengusaha perikanan untuk benar-benar mematuhi aturan terkait asuransi nelayan bagi anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal perikanan milik para pengusaha tersebut.

"Saya meminta kepada pengusaha untuk mematuhi soal ini," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar di Jakarta, Senin.

Menurut Zulficar Mochtar, pihaknya juga telah mendorong agar nelayan dan ABK kapal perikanan harus mendapatkan asuransi nelayan.

Baca juga: Legislator inginkan sinergi KKP-BPJS Ketenagakerjaan untuk nelayan

Hal tersebut, lanjutnya, merupakan jaminan yang esensial bagi nelayan karena kerap ditemui keluhan para ABK yang mengeluh sakit, tidak dibayar gajinya, bahkan ada yang mengeluh terpaksa bekerja hingga 18 jam sehari.

"Saya mendorong seluruh pemilik kapal untuk mengasuransikan ABK-nya," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP.

Selain itu, ujar dia, para pemilik kapal perikanan besar juga diharapkan dapat mematuhi regulasi terkait zonasi penangkapan ikan agar tidak mengambil kawasan perairan yang seharusnya bagi nelayan kecil.

Baca juga: Ribuan nelayan Pasaman Barat diusulkan peroleh asuransi

Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menginginkan pemerintah dapat memenuhi mandat yang terdapat di dalam UU No 7 Tahun 2016 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Menurut dia, mandat itu penting karena di dalam UU tersebut ada tugas KKP untuk memberikan kepastian usaha kepada para subjek di dalam peraturan perundang-undangan itu. Dengan demikian, lanjutnya, kalau dalam perikanan tangkap artinya ada kepastian ruang bagi nelayan tetap melaut.

Namun, ia berpendapat bahwa selama ini UU tersebut hanya terkesan mengurus soal asuransi nelayan saja. "Tapi tidak berani bicara atau menjalankan mandat lebih dari itu," katanya.

Menurut Susan Herawati, selama masa tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, Poros Maritim Dunia masih sebatas mimpi.

Hal itu, ujar dia, antara lain karena orientasi kebijakan investasi yang tidak berpihak kepada kehidupan masyarakat pesisir seperti nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.