Jakarta (ANTARA) - PT Bukit Asam Tbk menilai peningkatan efisiensi merupakan langkah yang tepat untuk menghadapi harga komoditas batu bara yang fluktuatif.

"Kita memang harus meningkatkan efisiensi, tidak ada cara lain," ujar Direktur Utama Bukit Asam, Avriyan Arifin di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan bahwa jika ingin berbisnis yang harga barangnya tidak bisa dikontrol, seperti batu bara maka yang harus dikendalikan adalah beban biaya produksi.

"Bagaimana kita melakukan efisiensi secara terus menerus dan konsisten, saya yakin itu bisa kita lakukan," katanya.

Beban biaya Bukit Asam paling besar adalah biaya penambangan sekitar 40 hingga 50 persen. Kemudian beban biaya besar lainnya adalah transportasi logistik.

Menurut Avriyan Arifin, Bukit Asam bisa melakukan efisiensi terhadap dua beban biaya tersebut.

Baca juga: Bukit Asam berharap Dirut Inalum baru diisi sosok yang berkomitmen

Terkait apakah Bukit Asam membutuhkan kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk membantu menekan beban biaya, Dirut Bukit Asam tersebut menilai hal tersebut tidak dibutuhkan.

"Menurut saya tidak perlu kebijakan atau tindakan proteksi dari pemerintah. Saya pikir ini bisnis, jadi tidak boleh mendistorsi pasar dan itu peningkatan bisnis saja sehingga diserahkan kepada masing-masing perusahaan," kata Avriyan Arifin.

Selama periode sampai dengan September 2019, harga jual rata-rata batu bara secara global turun sebesar 7,8 persen menjadi Rp775.675 per ton dari Rp841.655 per ton dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batu bara indeks Newcastle (GAR 6322 kkal per kg) sebesar 25 persen menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar 81,3 dolar AS per ton dari 108,3 dolar AS per ton pada periode yang sama tahun lalu.

Baca juga: Bukit Asam menilai positif keberadaan holding BUMN pertambangan

Demikian juga indeks harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 yang melemah sebesar 21 persen menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar 50,8 dolar AS per ton dari 64,5 dolar AS per ton pada periode yang sama tahun lalu.

Beban pokok penjualan Bukit Asam hingga September 2019 tercatat sebesar Rp10,5 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 13 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp9,4 triliun. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume angkutan batu bara dan kenaikan biaya jasa penambangan seiring dengan peningkatan produksi.