Pakar : terkait tembakau Indonesia bisa belajar dari Jepang
27 Oktober 2019 17:56 WIB
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Zulkieflimansyah saat meninjau pembelian tembakau oven dan rajangan di Gudang PT. Sadhana Arifnusa di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Kamis (17/10/2019). (ANTARA/Humas Pemprov NTB/dok). (1)
Jakarta (ANTARA) - Pakar toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho’im Hidayat, berpendapat Indonesia bisa belajar dari Jepang terkait pengendalian tembakau.
Produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products) memiliki peranan penting dalam menurunkan angka perokok di Jepang, menurut Sho'im berdasarkan informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Produk tembakau yang dipanaskan adalah salah satu jenis dari kategori produk tembakau alternatif yang berbeda dengan rokok elektrik ataupun rokok.
Baca juga: YPKP: Penggunaan tembakau alternatif bukan tanpa risiko
Produk ini mengandung tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau. Pada proses penggunaannya, batang tembakau itu dipanaskan pada suhu maksimum 350 derajat celcius, sehingga menghasilkan uap yang menghantarkan nikotin.
“Berdasarkan data American Cancer Society, sebelum ada produk tembakau yang dipanaskan, penurunan jumlah pembelian rokok di Jepang hanya sebesar 1,8 persen. Setelah produk ini dikenalkan, ternyata penurunan jumlah pembelian rokok mencapai 5,9 persen,” kata Sho’im.
Produk tembakau yang dipanaskan, kata Sho’im, memang masih memiliki risiko, namun jauh lebih rendah daripada rokok.
Baca juga: Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya
“Risiko itu kan peluang terjadinya hal yang negatif, dalam hal rokok ya penyakit. Ketika dikenalkan dengan produk tembakau yang dipanaskan, ini sangat mungkin terjadinya penyakit juga, tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok,” ujarnya.
Sho’im melanjutkan karena tidak ada proses pembakaran, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok.
Hasil dari penggunaan produk ini adalah uap. “Nah apa bedanya, ternyata aerosol (uap) itu partikelnya tidak padat, tapi partikel cair. Partikel itu mengandung H20 atau air. Berdasarkan fakta ini, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” tegasnya.
TAR merupakan zat kimia berbahaya yang dihasilkan oleh proses pembakaran, termasuk rokok. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 diantaranya terdapat pada TAR.
Produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products) memiliki peranan penting dalam menurunkan angka perokok di Jepang, menurut Sho'im berdasarkan informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Produk tembakau yang dipanaskan adalah salah satu jenis dari kategori produk tembakau alternatif yang berbeda dengan rokok elektrik ataupun rokok.
Baca juga: YPKP: Penggunaan tembakau alternatif bukan tanpa risiko
Produk ini mengandung tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau. Pada proses penggunaannya, batang tembakau itu dipanaskan pada suhu maksimum 350 derajat celcius, sehingga menghasilkan uap yang menghantarkan nikotin.
“Berdasarkan data American Cancer Society, sebelum ada produk tembakau yang dipanaskan, penurunan jumlah pembelian rokok di Jepang hanya sebesar 1,8 persen. Setelah produk ini dikenalkan, ternyata penurunan jumlah pembelian rokok mencapai 5,9 persen,” kata Sho’im.
Produk tembakau yang dipanaskan, kata Sho’im, memang masih memiliki risiko, namun jauh lebih rendah daripada rokok.
Baca juga: Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya
“Risiko itu kan peluang terjadinya hal yang negatif, dalam hal rokok ya penyakit. Ketika dikenalkan dengan produk tembakau yang dipanaskan, ini sangat mungkin terjadinya penyakit juga, tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok,” ujarnya.
Sho’im melanjutkan karena tidak ada proses pembakaran, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok.
Hasil dari penggunaan produk ini adalah uap. “Nah apa bedanya, ternyata aerosol (uap) itu partikelnya tidak padat, tapi partikel cair. Partikel itu mengandung H20 atau air. Berdasarkan fakta ini, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” tegasnya.
TAR merupakan zat kimia berbahaya yang dihasilkan oleh proses pembakaran, termasuk rokok. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 diantaranya terdapat pada TAR.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: