Transgender di Ambon masih alami diskriminasi di kantor polisi
24 Oktober 2019 20:21 WIB
Halim Silawane dari komunitas transgender Gaya Warna Lentera dalam forum diskusi keragaman gender yang digelar AJI Ambon di kantor Perwakilan Komnas HAM Maluku (24/10) (Shariva Alaidrus)
Ambon (ANTARA) - Komunitas transgender di Ambon mengakui masih perlakukan secara diskriminatif di kantor polisi sehingga membuat mereka kesulitan mencari keadilan dalam menyelesaikan persoalan hukum.
"Kami sejujurnya masih mengalami diskriminasi perlakuan dan tindakan di kantor polisi," kata Halim Silawane dari komunitas gay, waria, dan lesbian dalam forum diskusi keragaman gender yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Cabang Ambon, Kamis.
Silawane yang merupakan ketua komunitas transgender Gaya Warna Lentera mengatakan dalam banyak kasus yang terjadi, seringkali kaumnya mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan dan diskriminatif di kantor polisi.
Juga baca: Nur Wahid: Kesadaran masyarakat terhadap bahaya LGBT meningkat
Juga baca: Kiddle sensor kata-kata termasuk "biseksual" dan "trans-gender"
Juga baca: Wakil Ketua MPR ingatkan LGBT bisa menjadi penyakit sosial meluas
Ia mencontohkan, kasus perseteruan dua waria karena masalah perselingkuhan yang dilaporkan ke Polsek Sirimau pada 2016. Saat diperiksa, kedua waria itu tidak diinterogasi sebagaimana mestinya, melainkan dijadikan bahan olok-olokan sejumlah anggota polisi.
Yang lebih menyakitkan, kata dia, seorang anggota polisi dengan sengaja merekam seluruh kejadian tersebut dan mengunggahnya ke situs video daring YouTube.
Video yang memperlihatkan secara jelas bagaimana polisi menanyakan hal-hal tidak senonoh kepada kedua waria itu, kemudian viral di media sosial dan menjadi pembicaraan publik luas.
Ia katakan lagi, setiap kasus hukum yang melibatkan komunitas transgender tidak pernah diselesaikan polisi sehingga seolah-olah kasus yang dilaporkan tidak pernah diproses. Hal ini membuat banyak kaum transgender di Ambon merasa diperlakukan tidak adil.
Ia juga memberi contoh, pada kasus ungkapan status seorang pegawai Perum Pegadaian Cabang Ambon di laman media sosialnya pada September 2019, secara terang-terangan menyebut kaum waria yang berpartisipasi dalam lomba baris indah merayakan HUT suatu organisasi keagamaan setempat mengotori Kota Ambon.
Masalah ini kemudian dilaporkan ke polisi tapi tidak pernah diproses. "Kami tidak mengerti prosedur seperti apa lagi yang harus kami lakukan, karena kasus-kasus yang kami laporkan ke polisi tidak diproses, tidak pernah selesai. Teman-teman akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan urusan di kantor polisi," kata dia.
"Kami sejujurnya masih mengalami diskriminasi perlakuan dan tindakan di kantor polisi," kata Halim Silawane dari komunitas gay, waria, dan lesbian dalam forum diskusi keragaman gender yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Cabang Ambon, Kamis.
Silawane yang merupakan ketua komunitas transgender Gaya Warna Lentera mengatakan dalam banyak kasus yang terjadi, seringkali kaumnya mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan dan diskriminatif di kantor polisi.
Juga baca: Nur Wahid: Kesadaran masyarakat terhadap bahaya LGBT meningkat
Juga baca: Kiddle sensor kata-kata termasuk "biseksual" dan "trans-gender"
Juga baca: Wakil Ketua MPR ingatkan LGBT bisa menjadi penyakit sosial meluas
Ia mencontohkan, kasus perseteruan dua waria karena masalah perselingkuhan yang dilaporkan ke Polsek Sirimau pada 2016. Saat diperiksa, kedua waria itu tidak diinterogasi sebagaimana mestinya, melainkan dijadikan bahan olok-olokan sejumlah anggota polisi.
Yang lebih menyakitkan, kata dia, seorang anggota polisi dengan sengaja merekam seluruh kejadian tersebut dan mengunggahnya ke situs video daring YouTube.
Video yang memperlihatkan secara jelas bagaimana polisi menanyakan hal-hal tidak senonoh kepada kedua waria itu, kemudian viral di media sosial dan menjadi pembicaraan publik luas.
Ia katakan lagi, setiap kasus hukum yang melibatkan komunitas transgender tidak pernah diselesaikan polisi sehingga seolah-olah kasus yang dilaporkan tidak pernah diproses. Hal ini membuat banyak kaum transgender di Ambon merasa diperlakukan tidak adil.
Ia juga memberi contoh, pada kasus ungkapan status seorang pegawai Perum Pegadaian Cabang Ambon di laman media sosialnya pada September 2019, secara terang-terangan menyebut kaum waria yang berpartisipasi dalam lomba baris indah merayakan HUT suatu organisasi keagamaan setempat mengotori Kota Ambon.
Masalah ini kemudian dilaporkan ke polisi tapi tidak pernah diproses. "Kami tidak mengerti prosedur seperti apa lagi yang harus kami lakukan, karena kasus-kasus yang kami laporkan ke polisi tidak diproses, tidak pernah selesai. Teman-teman akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan urusan di kantor polisi," kata dia.
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: