Jakarta (ANTARA) - Rencana pembuatan badan pusat legislasi nasional untuk mengatasi persoalan regulasi yang pernah dilontarkan Presiden Joko Widodo dalam debat calon presiden dipertanyakan karena tidak tampak akan diwujudkan dalam periode kedua.

"Ada yang janggal dari penyusunan Kabinet Indonesia Maju, semula Presiden menyampaikan akan membentuk pusat regulasi nasional tetapi tidak tampak dalam kabinet yang diumumkan," ujar pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Usfunan melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.

Dalam pengumuman kabinet pada hari Rabu (23/10) pagi, Jimmy Usfunan menilai Presiden Jokowi berpikir ulang tidak perlu bentuk lembaga baru sebab omnibus law dianggap mampu menjawab persoalan regulasi.

Kepada Menkumham Yasonna Laoly, Presiden Jokowi menekankan tugas yang diemban terkait dengan omnibus law, yakni satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan dapat hingga puluhan.

Baca juga: Pakar: konsep "Omnibus Law" perlu lembaga Pusat Legislasi Nasional

Baca juga: Jokowi ingin bentuk Pusat Legislasi Nasional


Dua undang-undang besar yang ingin diselesaikan segera itu adalah Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang Pemberdayaan UMKM.

Undang-undang yang selama ini dinilai menghambat penciptaan lapangan kerja akan langsung direvisi sekaligus. Begitu juga undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM.

Jimmy Usfunan berpendapat tetap diperlukan badan pusat regulasi nasional untuk sinkronisasi regulasi dan mengurangi tumpang-tindih aturan.

"Saya pun meyakini tidak mungkin soal regulasi di Indonesia akan selesai tanpa membentuk pusat regulasi nasional," katanya menegaskan.

Dalam debat, Presiden Jokowi mengatakan bahwa seluruh daerah harus berkonsultasi dengan badan pusat regulasi yang akan terdiri atas gabungan fungsi-fungsi legislasi, seperti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan ditjen di kementerian.

Baca juga: Soal Pusat Legislasi Nasional, pengamat nilai Jokowi ungkap gagasan baru