Kemendikbud petakan 718 bahasa daerah
24 Oktober 2019 16:34 WIB
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Prof Dadang Sunendar memberikan penjelasan saat konferensi pers di Jakarta, Kamis. ANTARA/Indriani/pri.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan berhasil memetakan sebanyak 718 bahasa daerah yang ada di Tanah Air.
"Jumlah ini lebih banyak dari tahun sebelumnya, yang hanya sekitar 652 bahasa daerah pada 2018," ujar Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Prof Dadang Sunendar di Jakarta, Kamis.
Dadang menyebutkan sejak 1991 hingga 2019, Kemendikbud telah memetakan dan memverifikasi bahasa-bahasa daerah yang ada dan hal itu akan berubah seiring waktu.
Baca juga: Kemendikbud akan luncurkan kamus bahasa ASEAN pada Hari Sumpah Pemuda
Penyebaran bahasa daerah tersebut terdiri dari Sumatera (26 bahasa), Jawa dan Bali (10 bahasa), Kalimantan (58 bahasa), Nusa Tenggara Barat (11 bahasa), Nusa Tenggara Timur (72 bahasa), Maluku (79 bahasa), Sulawesi (62 bahasa), dan Papua (428 bahasa).
Dari jumlah tersebut, terangnya sebanyak 74 bahasa telah terkaji vitalitasnya atau daya hidupnya yang terdiri dari kategori aman (19 bahasa), stabil tetapi terancam punah (16 bahasa), mengalami kemunduran (dua bahasa), terancam punah (22 bahasa), kritis (empat bahasa), dan punah (11 bahasa).
"Jumlah bahasa daerah yang punah masih tetap sama dengan tahun sebelumnya," terang dia.
Baca juga: Kemendikbud: Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi
Sebanyak 11 bahasa yang punah tersebut dikarenakan penuturnya tidak lebih dari 1.000 orang. Bahasa daerah yang punah itu yakni di Maluku Utara bahasa Ibo, Kajeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila. Di Papua, bahasa Tandia, Saponi dan Mawes.
Selanjutnya bahasa Reta di Nusa Tenggara Timur dan bahasa Meher di Nusa Tenggara Barat.
Untuk itu, perlu adanya upaya perlindungan bahasa daerah seperti melalui peraturan daerah (perda) tentang pengutamaan bahasa negara dan pelestarian bahasa daerah di wilayah masing-masing, maupun melalui mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
Baca juga: Muhadjir serahkan keputusan soal kebijakan pendidikan pada Nadiem
"Jumlah ini lebih banyak dari tahun sebelumnya, yang hanya sekitar 652 bahasa daerah pada 2018," ujar Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Prof Dadang Sunendar di Jakarta, Kamis.
Dadang menyebutkan sejak 1991 hingga 2019, Kemendikbud telah memetakan dan memverifikasi bahasa-bahasa daerah yang ada dan hal itu akan berubah seiring waktu.
Baca juga: Kemendikbud akan luncurkan kamus bahasa ASEAN pada Hari Sumpah Pemuda
Penyebaran bahasa daerah tersebut terdiri dari Sumatera (26 bahasa), Jawa dan Bali (10 bahasa), Kalimantan (58 bahasa), Nusa Tenggara Barat (11 bahasa), Nusa Tenggara Timur (72 bahasa), Maluku (79 bahasa), Sulawesi (62 bahasa), dan Papua (428 bahasa).
Dari jumlah tersebut, terangnya sebanyak 74 bahasa telah terkaji vitalitasnya atau daya hidupnya yang terdiri dari kategori aman (19 bahasa), stabil tetapi terancam punah (16 bahasa), mengalami kemunduran (dua bahasa), terancam punah (22 bahasa), kritis (empat bahasa), dan punah (11 bahasa).
"Jumlah bahasa daerah yang punah masih tetap sama dengan tahun sebelumnya," terang dia.
Baca juga: Kemendikbud: Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi
Sebanyak 11 bahasa yang punah tersebut dikarenakan penuturnya tidak lebih dari 1.000 orang. Bahasa daerah yang punah itu yakni di Maluku Utara bahasa Ibo, Kajeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila. Di Papua, bahasa Tandia, Saponi dan Mawes.
Selanjutnya bahasa Reta di Nusa Tenggara Timur dan bahasa Meher di Nusa Tenggara Barat.
Untuk itu, perlu adanya upaya perlindungan bahasa daerah seperti melalui peraturan daerah (perda) tentang pengutamaan bahasa negara dan pelestarian bahasa daerah di wilayah masing-masing, maupun melalui mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
Baca juga: Muhadjir serahkan keputusan soal kebijakan pendidikan pada Nadiem
Pewarta: Indriani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: