Manokwari (ANTARA) - Aparat Kepolisian Sektor Kota Manokwari, Papua Barat, mengamankan dua pucuk senjata api rakitan ilegal yang dikuasai seorang warga di Kampung Hink, Distrik Warmare.

"Barang bukti sekaligus pemiliknya diamankan dalam operasi Selasa dini hari tadi. Pemilik berinisial OI dan saat ini masih dilakukan pemeriksaan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Barat AKBP Mathias Krey di Manokwari, Selasa.

OI ditangkap di rumahnya, Selasa pukul 00.45. Dalam Operasi yang dipimpin Kanit Opsnal Polsek Manokwari Kota Aiptu Steven Yeuyanan, polisi menemukan dua pucuk senjata api serta 10 butir peluru tajam.

Baca juga: Polda Jaya Sita 17 Pistol Ilegal, Tolak Perpanjangan Senpi Sipil

"Satu pucuk senpi laras panjang jenis moser, satu pucuk pistol rakitan, 10 butir amunisi yang terdiri atas lima butir amunisi kaliber 7,62, empat butir amunisi kaliber 5,56, dan butir amunisi kaliber 3,8. Semua didapat didapat di rumah OI," kata Mathias lagi.

Penangkapan OI berawal dari informasi yang diperoleh dari warga. Dari laporan itu, Tim Opsnal melakukan pengintaian hingga penggerebekan malam itu.

"Intinya warga khawatir, jangan sampai senjata itu untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah dilakukan pemeriksaan, terbukti yang bersangkutan tidak mengantongi izin resmi atas kepemilikan senjata tersebut," ujarnya lagi.

Penyidik, lanjut Krey, masih terus mengembangkan penyelidikan kasus ini, termasuk mendalami latar belakang pemilik senjata tersebut.

Ia mengatakan bahwa pihaknya juga ingin mengetahui motiv OI menguasai senjata itu.

Baca juga: Polisi bongkar jaringan pembuat senpi ilegal

"Tentunya insting polisi pasti akan mencari tahu, dari mana senjata itu berasal termasuk amunisinya. Apakah didapat dari jual beli atau dengan cara lain dan dari siapa barang bukti itu diperoleh," katanya.

Bagi masyarakat lokal di Manokwari, lanjut Mathias, dahulu senjata api kerap dijadikan sebagai mas kawin.

Ia berharap kebiasaan itu tidak berlaku lagi.

"Kalau dahulu, senjata itu untuk kepentingan berburu sehingga menjadikanya sebagai mas kawin atau mahar dalam perkawinan. Sekarang, belum tahu apakah kebudayaan itu masih berlaku atau tidak," katanya.