KPK hormati putusan hakim menolak praperadilan mantan Dirut PJT II
22 Oktober 2019 17:28 WIB
Mantan Dirut Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputra, tersangka kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II Tahun 2017. (ANTARA/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Akhmad Jaini, Selasa, yang menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputra (DS).
Djoko merupakan tersangka kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II Tahun 2017.
"KPK menyampaikan terima kasih pada sejumlah penegasan hakim dalam praperadilan ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PJT II Djoko Saputra
Selanjutnya, kata dia, KPK memastikan proses penyidikan terhadap tersangka Djoko terus dilakukan dan segera melimpahkan ke penuntutan saat penyidikan selesai.
Sebelumnya, tersangka Djoko mengajukan praperadilan dengan alasan pada pokoknya di antaranya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap pemohon tidak sah karena telah dilakukan penyelidikan dengan kasus yang sama oleh Polres Purwakarta.
Selanjutnya, penetapan tersangka bertentangan dengan KUHAP, UU KPK, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK.
Kemudian, termohon tidak berwenang melakukan penyidikan perkara a quo.
Baca juga: Gugatan praperadilan mantan Dirut Jasa Tirta II ditolak
Febri menyatakan bahwa sejumlah fakta sidang, penjelasan KPK, dan pertimbangan hakim pada dasarnya adalah, "KPK dipandang telah memenuhi kewajiban dengan memberitahukan telah dilakukan penyidikan terhadap tersangka DS melalui SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), satu hari setelah tanggal Sprindik."
Hal itu, bahkan lebih cepat karena menurut putusan MK ditentukan SPDP diberikan paling lambat tujuh hari.
"Pada saat penyelidikan, KPK juga telah meminta keterangan DS yang juga sudah dituangkan dalam berita acara," kata Febri.
Sedangkan terkait proses penyelidikan, hakim menegaskan bahwa berdasarkan pasal 1 angka 14 KUHAP yang mengatur defenisi tersangka dan pasal 44 ayat 1 UU KPK diatur pada saat penyelidikan, KPK telah mencari bukti permulaan cukup, yaitu minimal dua alat bukti.
"Jika ketentuan tersebut dihubungkan dengan pasal 38 ayat 1 UU KPK, maka sejak proses penyelidikan KPK telah mencari alat bukti sehingga ketika naik ke penyidikan dapat langsung menetapkan tersangka karena sudah adanya bukti permulaan yang cukup. Hal itu sejalan dengan definisi tersangka pada pasal 1 angka 14 KUHAP," kata dia pula.
Baca juga: Mantan Dirut Jasa Tirta II Djoko Saputra ditahan KPK
Hakim juga menegaskan bahwa pemeriksaan Djoko sebagai calon tersangka sudah dilakukan dalam penyelidikan dan telah ada bukti permulaan yang cukup.
"Sedangkan terkait audit kerugian keuangan negara pengujiannya bukanlah menjadi ranah praperadilan," ujar Febri pula.
Penegasan lain yang dipertimbangkan hakim adalah batasan proses penanganan perkara apakah akan dikoordinasi atau ditangani sendiri adalah pada tahap penyidikan.
"Hal ini sesuai dengan pasal 50 UU KPK, sehingga alasan tersangka DS, KPK tidak bisa memproses karena sebelumnya Polres Purwakarta maupun Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan sejak 2017 tidak beralasan," ujar Febri pula.
Djoko merupakan tersangka kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II Tahun 2017.
"KPK menyampaikan terima kasih pada sejumlah penegasan hakim dalam praperadilan ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PJT II Djoko Saputra
Selanjutnya, kata dia, KPK memastikan proses penyidikan terhadap tersangka Djoko terus dilakukan dan segera melimpahkan ke penuntutan saat penyidikan selesai.
Sebelumnya, tersangka Djoko mengajukan praperadilan dengan alasan pada pokoknya di antaranya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap pemohon tidak sah karena telah dilakukan penyelidikan dengan kasus yang sama oleh Polres Purwakarta.
Selanjutnya, penetapan tersangka bertentangan dengan KUHAP, UU KPK, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK.
Kemudian, termohon tidak berwenang melakukan penyidikan perkara a quo.
Baca juga: Gugatan praperadilan mantan Dirut Jasa Tirta II ditolak
Febri menyatakan bahwa sejumlah fakta sidang, penjelasan KPK, dan pertimbangan hakim pada dasarnya adalah, "KPK dipandang telah memenuhi kewajiban dengan memberitahukan telah dilakukan penyidikan terhadap tersangka DS melalui SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), satu hari setelah tanggal Sprindik."
Hal itu, bahkan lebih cepat karena menurut putusan MK ditentukan SPDP diberikan paling lambat tujuh hari.
"Pada saat penyelidikan, KPK juga telah meminta keterangan DS yang juga sudah dituangkan dalam berita acara," kata Febri.
Sedangkan terkait proses penyelidikan, hakim menegaskan bahwa berdasarkan pasal 1 angka 14 KUHAP yang mengatur defenisi tersangka dan pasal 44 ayat 1 UU KPK diatur pada saat penyelidikan, KPK telah mencari bukti permulaan cukup, yaitu minimal dua alat bukti.
"Jika ketentuan tersebut dihubungkan dengan pasal 38 ayat 1 UU KPK, maka sejak proses penyelidikan KPK telah mencari alat bukti sehingga ketika naik ke penyidikan dapat langsung menetapkan tersangka karena sudah adanya bukti permulaan yang cukup. Hal itu sejalan dengan definisi tersangka pada pasal 1 angka 14 KUHAP," kata dia pula.
Baca juga: Mantan Dirut Jasa Tirta II Djoko Saputra ditahan KPK
Hakim juga menegaskan bahwa pemeriksaan Djoko sebagai calon tersangka sudah dilakukan dalam penyelidikan dan telah ada bukti permulaan yang cukup.
"Sedangkan terkait audit kerugian keuangan negara pengujiannya bukanlah menjadi ranah praperadilan," ujar Febri pula.
Penegasan lain yang dipertimbangkan hakim adalah batasan proses penanganan perkara apakah akan dikoordinasi atau ditangani sendiri adalah pada tahap penyidikan.
"Hal ini sesuai dengan pasal 50 UU KPK, sehingga alasan tersangka DS, KPK tidak bisa memproses karena sebelumnya Polres Purwakarta maupun Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan sejak 2017 tidak beralasan," ujar Febri pula.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: