Kuala Lumpur, (ANTARA News) - Pengamat hak asasi manusia (HAM) internasional Kamis menyerukan kepada pemerintah Malaysia untuk menarik tuduhan sodomi yang `bermotivasi politik` terhadap pemimpin oposisi Anwar Ibrahim. Anwar, mantan wakil perdana menteri yang dijatuhi hukuman sedasawarsa lalu berkaitan tuduhan sodomi kemudian terulang lagi, kini juga menghadapi tuduhan tersebut di pengadilan Kamis, berdasarkan pengakuan-pengakuan baru yang diajukan bekas pembantunya, berumur 23 tahun. Tuduhan-tuduhan tersebut terjadi setelah Anwar mengumumkan bahwa dia akan mengambil-alih kekuasaan dengan bantuan para pejabat pemerintah yang membelot, dalam pemilu yang membuat oposisi menguasai sepertiga dari kursi parlemen, yang telah mencuatkan kekhawatiran-kekhawatiran terjadinya satu konspirasi. "Pemerintah Malaysia akan memanipulasi sistem hukum untuk meningkat dukungan terhadap kesinambungan kekuasaannya, dan merusak oposisi," kata Brad Adams, direktur Human Rights Watch Asia. "Kasus ini sesungguhnya merupakan pencegahan perlawanan terhadap pemerintah yang berkuasa," katanya. Ia menambahkan, koalisi itu telah berkuasa sejak Malaysia merdeka dari Inggris setengah abad lalu. Kelompok HAM yang bermnarkas di New York itu menyerukan kepada pemerintah Malaysia untuk memberikan surat jaminan kepada Anwar, dan mengizinkan Anwar untuk mengikuti kampanye pemilu 26 Agustus yang diperkirakan akan membawanya kembali ke parlemen. Human Rights Watch mengatakan bahwa Anwar sebelumnya menghadapi pengadilan untuk tuduhan sodomi dan korupsi, yang membuatnya dijebloskan ke penjara selama enam tahun sampai 2004. Hal itu menimbulkan keprihatinan serius di bidang kebebasan kehakiman dan keadilan. "Karena itu kasus ini hanya akan merusak kredibilitas kepolisian, kejaksaan dan pemerintah," kata Adams. Pihak Amnesti Internasional juga menyatakan kekecewaannya terhadap tuduhan-tuduhan terhadap Anwar, dan mengatakan bahwa mereka tampaknya akan berusaha mencegah pemimpin oposisi berumur 60 tahun itu untuk duduk kembali di kursi parlemen. "Pada 1998, Amnesti Internasional menganggap Anwar Ibrahim adalah tokoh yang ditahan hati nuraninya. Dan sekarang, ada indikasi lagi bahwa pemerintah tidak main kuasa di dalam kasus ini," kata direktur Asia Pasifik Amnesti Internasional, Sam Zarifi. "Adalah adil bagi masyarakat Malaysia dan masyarakat internasional untuk menghakimi penghargaan pemerintah Malaysia terhadap penegakan hukum berdasaRkan bagaimana mereka menangani kasus ini," katanya, dalam satu pernyataan yang dikeluarkan. (*)