Jakarta (ANTARA) - Kesalahan fatal apabila tidak membahas peran Ong Oen Log alias Log Zhelebour dalam perjalan musik rock di bumi Nusantara. Lewat tangan dinginnya, ragam produk rock lahir di bawah bendera Log Zhelebour Production melalui Logiss Record.
Anak zaman sekarang mungkin tidak kenal Log, tapi dalam rak kaset generasi 1980 sampai 2000-an pasti tersimpan koleksi besutan Log Zhelebour. Sebut saja Jamrud, Boomerang, Elpamas, Power Metal, Mel Shandy, sampai Nicky Astria.
Banyak orang yang menyukai rock. Tapi, Log benar-benar menunjukkan cintanya kepada rock dengan membuat musik itu lebih bergema hingga diterima banyak orang.
Dalam buku "Rock 'n Roll Industri Musik Indonesia" oleh Theodore KS dengan pengantar Jakob Oetama pada 2013, disampaikan bahwa Log menginisiasi kompetisi musik rock bersama perusahaan rokok, bertema Djarum Super Rock Festival.
Festival yang digelar perdana pada 1984 itu mendapat gaung besar dan disambut meriah para pecinta rock. Pada episode kedua, lahirlah Elpamas asal Malang, Jawa Timur, sebagai juara.
Baca juga: Histori rock Indonesia, lahirnya musisi legenda
Baca juga: Jejak kaum hawa dalam histori rock Indonesia
Edisi berikutnya tidak kalah menjanjikan setelah Grassrock (1986) dan Power Metal (1989) muncul sebagai juara.
Kiprah Log meroket saat menemukan dua "mutiara", Boomerang dan Jamrud muncul pada dekade 1990-an. Pada 1994, Boomerang dengan nama awal Lost Angels mendapatkan kesempatan rekaman oleh Logiss Record di Surabaya.
Kepercayaan Log kepada Boomerang membuat grup itu selalu merilis album tiap tahun, sejak 1994 hingga 2000, dengan total delapan album. Pada 1999, mereka rilis dua album sekaligus "Hard 'n Heavy" dan "Best Ballads" untuk merayakan kiprah lima tahun bermusik.
Setali tiga uang dengan Boomerang, Jamrud juga menjadi anak emas Log dalam Logiss record. Diawali dengan nama Jamrock yang kerap membawakan lagu band lain di atas pentas, mereka ubah nama menjadi Jamrud kemudian mendapat kesempatan rekaman pada 1995.
Album Nekad (1995) menjadi tonggak awal, diestafetkan ke album Putri (1997) dan Terima Kasih (1998). Album ketiga membuat Jamrud melesat bak roket di kancah musik rock Nusantara, apalagi setelah Log mengemas empat lagu menjadi video klip "Terima Kasih", "Dokter Suster", "Berakit-rakit", dan "Otak Kotor".
"Tidak dapat dipungkiri, Jamrud dan Boomerang, semua saya dengar. Mereka dan rock pada masanya adalah inspirasi," kata Gitaris Cokelat Edwin Marshal Syarief kepada ANTARA.
Era Emas Log
Tahun 2000 adalah era emas Log bersama Boomerang juga Jamrud sejalan lahirnya dua album fenomenal "Xtravaganza" dan "Ningrat". Cara Log yang "tidak pelit" untuk mempromosikan anak asuhnya membuat kedua band itu meraih kesuksesan sepanjang karir mereka.
Untuk Roy Jeconiah cs, Log memberikan lima video klip untuk melengkapi album itu antara lain "Pelangi", "Gadis Extravaganza", "Bungaku", "MilikMu" dan "Tragedi".
Baca juga: Histori rock Indonesia, rivalitas musik dan Aktuil sebagai barometer
Sedangkan untuk Aziz MS dan kolega, diberikan enam video komersial antara lain "Ningrat", "Kabari Aku", "Asal British", "Surti-Tejo", "Pelangi di Matamu", "Jauh (Andaikan...)".
Komposisi kreativitas band, kekompakan, manajemen yang baik dan dukungan komersial dari label rekaman merupakan ramuan jitu Log untuk membuat rock tidak sekadar bersinar, melainkan memimpin industri rekaman mainstream kala itu.
Tidak puas, Log kemudian melanjutkan momentum kesuksesan Jamrud dengan mengantar mereka untuk pentas di berbagai negara. Album Sydney 090102 (2002) yang terjual 1.000.000 kaset/CD juga direkam di Australia.
Roda berputar, Log kemudian mengalami momen surut saat Boomerang hengkang.
Status Boomerang sebagai salah satu "anak emas" Log lepas pada 2003. Mereka pindah ke bawah bendera Sony Music Indonesia kemudian merilis "Terapi Visi".
Namun sentuhan Boomerang di rumah barunya berbeda dengan kiprah mereka saat di pangkuan Log. Boomerang seolah masih berada di bawah bayang-bayang kesuksesan sebelumnya, sehingga lupa mengeksplorasi musik mereka yang "datar-datar" saja, hingga gitaris John Paul Ivan hengkang pada 2005 diikuti vokalis Roy Jeconiah.
Jamrud yang dalam periode menurun setelah album All Access In Love (2006), juga harus melepas Krisyanto, meski pria yang identik dengan kacamata hitam itu "pulang" pada 2011.
Baca juga: Histori rock Indonesia, Orde Baru buka keran budaya barat
Log pun kembali sibuk mengurus Jamrud untuk album Bumi & Langit Menangis (2011), Energi+ dari Bumi dan Langit (2012), Saatnya Menang (2013), Akustikan (2015), dan 20 Years Greatest Hits (2016), meski semuanya tidak pernah mengulang kesuksesan album Ningrat.
Pada sela-sela masa surut, Log tidak berhenti berkarya. Predikat "Dewa Rock" layak disematkan karena dia tetap menjalankan bisnisnya dalam ekosistem musik cadas.
Sejak terlibat pada delapan edisi Djarum Super Rock Festival hingga 2004, dia kembali menukangi festival rock bersama Gudang Garam Rock Competition pada 2007 untuk melahirkan beberapa band rock baru.
Untuk menunjang publikasi, Log pernah merilis tabloid Rock. Meski tidak sukses seperti industri rekaman, setidaknya Log mencoba totalitas dan menunjukkan cintanya pada rock.
Sebagai promotor, ia juga pernah mendatangkan Sepultura (1992), Mr BIG (1996), White Lion (2003), Helloween (2004), Skid Row (2008), dan DragonForce (2015).
Momen romantis Log Zhelebour bersama Jamrud selama 22 tahun akhirnya berakhir pada Maret 2017. Jamrud telah memiliki tim manajemen sendiri, sedangkan Log tetap menjalankan bisnis promotornya.
Lantas ke mana alat rekaman, sound system, dan tim manajemen Log saat ini? Apakah masih disimpan untuk lahirnya band rock baru?
Baca juga: Histori rock Indonesia, fenomena musik dari pemancar gelap
Histori rock Indonesia, kiprah sang "Dewa Rock"
Oleh Alviansyah Pasaribu
18 Oktober 2019 13:59 WIB
Produser Log Zhelebour (tengah) berpose bersama personil band Jamrud di Solo, Jateng, Selasa (10/7). (ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: