Kabupaten Banyuasin belum miliki pabrik pakan ikan skala besar
18 Oktober 2019 11:02 WIB
Kepala Perwakilan FAO Indonesia Stephen Rudgard memantau pabrik pembuatan pakan milik kelompok tani di lingkuangan kolam percobaan pemanfaatan pakan formula FAO di Desa Sungai Rengit, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (16/10/2019). (ANTARA/Dolly Rosana/19)
Banyuasin (ANTARA) - Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, belum memiliki pabrik pakan ikan skala besar meskipun daerah ini menghasilkan 15-20 ton ikan patin per hari.
Asisten I Setda Pemerintah Kabupaten Banyuasin Kosarudin di Banyuasin, Jumat, berharap ada bantuan dari pemerintah pusat atau kalangan swasta yang berminat untuk menggarap potensi bisnis itu.
"Ini yang mengganjal hingga kini, di Banyuasin belum ada pabrik pakan ikan skala besar," kata Kosarudin.
Ia mengatakan keberadaan pabrik tersebut sangat dibutuhkan agar petani/petambak ikan dapat membeli pakan dengan harga terjangkau. Selama ini, pakan berkontribusi 70 persen dari total biaya produksi. Suplai pakan itu didapat dari luar daerah.
Baca juga: Pemkot Palembang tebar 10 ribu benih ikan ke Sungai Musi
Namun, ia menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir dikembangkan pembuatan pakan mandiri oleh kelompok tani sehingga dapat memperoleh selisih 30-40 persen dari biaya produksi sebelumnya.
Program yang dikhususkan bagi produsen pakan skala kecil di Indonesia memberikan pelatihan kepada kelompok tani untuk pembuatan formula pakan seperti anjuran Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).
Adapun bahan baku yang digunakan sangat mudah dijumpai di lingkungan sekitar masyarakat dengan komposisi, silase ikan (7,5 persen), kepala udang (10 persen), ikan asin (34 persen), poles (22,5 persen), bungkil sawit (21,6 persen), kanji/sagu (4 persen), premix (0,25 persen), multi-enzyme (0,1 persen) dan phytase (0,05 persen).
Baca juga: Ikan patin hasil budidaya UMKM Kampar rambah pasar China
FAO juga memberikan bantuan berupa mesin pencampur (mixer) dan mesin penepung (hammer mill).
Kemudian kerja sama juga dalam farm trial formulation feed fish demonstration (uji coba pakan), di mana kegiatan ini membandingkan efektivitas dan efisiensi dari formula pakan yang direkomendasikan FAO dengan pakan yang biasanya digunakan oleh pembudidaya ikan patin.
Kerja sama di Banyuasin di bawah arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan ini melibatkan enam kelompok pembuat pakan ikan.
"Kami harap dengan banyaknya bantuan dapat memaksimalkan potensi perikanan di Banyuasin. Sejauh ini, dari total 244.000 areal perikanan umum dan daratan dan budidaya, baru tergarap 13 persen," kata dia.
Sumatera Selatan tercatat menjadi produsen budidaya ikan patin terbesar di Indonesia yakni sekitar 47,4 persen dari total produksi nasional. Ikan patin itu hampir 60 persen bersumber dari Banyuasin.
Baca juga: Keluhkan izin perikanan, Kadin harap Menteri KKP nantinya pacu ekspor
Asisten I Setda Pemerintah Kabupaten Banyuasin Kosarudin di Banyuasin, Jumat, berharap ada bantuan dari pemerintah pusat atau kalangan swasta yang berminat untuk menggarap potensi bisnis itu.
"Ini yang mengganjal hingga kini, di Banyuasin belum ada pabrik pakan ikan skala besar," kata Kosarudin.
Ia mengatakan keberadaan pabrik tersebut sangat dibutuhkan agar petani/petambak ikan dapat membeli pakan dengan harga terjangkau. Selama ini, pakan berkontribusi 70 persen dari total biaya produksi. Suplai pakan itu didapat dari luar daerah.
Baca juga: Pemkot Palembang tebar 10 ribu benih ikan ke Sungai Musi
Namun, ia menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir dikembangkan pembuatan pakan mandiri oleh kelompok tani sehingga dapat memperoleh selisih 30-40 persen dari biaya produksi sebelumnya.
Program yang dikhususkan bagi produsen pakan skala kecil di Indonesia memberikan pelatihan kepada kelompok tani untuk pembuatan formula pakan seperti anjuran Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).
Adapun bahan baku yang digunakan sangat mudah dijumpai di lingkungan sekitar masyarakat dengan komposisi, silase ikan (7,5 persen), kepala udang (10 persen), ikan asin (34 persen), poles (22,5 persen), bungkil sawit (21,6 persen), kanji/sagu (4 persen), premix (0,25 persen), multi-enzyme (0,1 persen) dan phytase (0,05 persen).
Baca juga: Ikan patin hasil budidaya UMKM Kampar rambah pasar China
FAO juga memberikan bantuan berupa mesin pencampur (mixer) dan mesin penepung (hammer mill).
Kemudian kerja sama juga dalam farm trial formulation feed fish demonstration (uji coba pakan), di mana kegiatan ini membandingkan efektivitas dan efisiensi dari formula pakan yang direkomendasikan FAO dengan pakan yang biasanya digunakan oleh pembudidaya ikan patin.
Kerja sama di Banyuasin di bawah arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan ini melibatkan enam kelompok pembuat pakan ikan.
"Kami harap dengan banyaknya bantuan dapat memaksimalkan potensi perikanan di Banyuasin. Sejauh ini, dari total 244.000 areal perikanan umum dan daratan dan budidaya, baru tergarap 13 persen," kata dia.
Sumatera Selatan tercatat menjadi produsen budidaya ikan patin terbesar di Indonesia yakni sekitar 47,4 persen dari total produksi nasional. Ikan patin itu hampir 60 persen bersumber dari Banyuasin.
Baca juga: Keluhkan izin perikanan, Kadin harap Menteri KKP nantinya pacu ekspor
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019
Tags: