Jakarta (ANTARA) -- Semakin pesatnya pertumbuhan teknologi finansial (tekfin), khususnya industri asuransi, di Indonesia, berbanding lurus dengan perkembangan potensi ancaman siber yang timbul. Untuk itu, Indonesia Re Institute hadir untuk mendampingi para pelaku industri asuransi mengantisipasi berbagai ancaman digital yang tak hanya akan merugikan korporasi, tapi juga konsumen.
Direktur Pengembangan, Manajemen Risiko dan Kepatuhan Indonesia Re Putri Eka Kusumawati Sjarief mengatakan, industri akan semakin mengandalkan big data dan Internet of Things. Tapi di sisi lain, potensi ancaman sibernya begitu besar
"Lewat Indonesia Re Institute, kami ingin menjadi mitra industri untuk tak hanya menghadapi tantangan tersebut, tapi juga memanfaatkan semakin pesatnya perkembangan teknologi di industri asuransi," ujarnya beberapa waktu lalu di Jakarta.
Hadirnya Indonesia Re Institute dilatarbelakangi oleh semakin tingginya tuntutan pasar dan semakin ketatnya persaingan di industri asuransi nasional. Oleh karena itu, Indonesia Re, sebagai BUMN yang ditunjuk pemerintah menjadi Perusahaan Reasuransi Nasional (PRN) merasa bertanggung jawab untuk turut meningkatkan standar praktik asuransi, tata kelola risiko pereasuransian, serta menjajaki peluang untuk mengembangkan produk asuransi yang lebih beragam dalam rangka memenuhi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan industri asuransi.
Untuk semakin memperkuat kapabilitasnya, Indonesia Re Institute akan bekerjasama dengan sejumlah institusi akademik yang ternama di dalam dan luar negeri.
"Kami akan bekerjasama dengan Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, SIGMA, dll," tukasnya.
Ancaman siber jadi atensi utama institut asuransi ini
17 Oktober 2019 17:06 WIB
Indonesia Re Institute menggelar diskusi bertajuk 'Cyber Risk in Industrial Revolution 4.0'
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019
Tags: