Konstruksi perkara Direktur Humpuss Transportasi Kimia tersangka
17 Oktober 2019 00:44 WIB
Dari kiri-kanan. Plh Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Ketua KPK Agus Rahardjo bersama tiga wakilnya masing-masing Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, menjelaskan konstruksi perkara terkait penetapan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono (TAG) sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara kerja sama pengangkutan bidang pelayaran.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Dua di antaranya hingga kini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yakni mantan anggota DPR RI 2014-2019 Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung Adriani (IND) dari unsur swasta.
Untuk satu tersangka lainnya, yakni Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (ASW) telah divonis bersalah di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
"PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama 2013-2018. Pada 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta.
Baca juga: KPK tetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia sebagai tersangka
Ia mengatakan, terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
"Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, Anggota DPR RI. BSP kemudian bertemu dengan ASW yang kemudian melaporkan kepada TAG hasil pertemuannya dengan BSP, yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal," tuturnya.
Tersangka Taufik kemudian diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
"Dalam proses tersebut, kemudian BSP meminta sejumlah fee. Tersangka TAG sebagai Direktur PT HTK membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk BSP," tuturnya.
Baca juga: Indung Andriani dituntut 4 tahun penjara
Selanjutnya pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesepahanan (MoU) antara PT PILOG (Pupuk Indonesia Logistik) dengan PT HTK, yang salah satu materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
"Setelah adanya MoU tersebut, disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada BSP dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK," ungkap Alexander.
Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT PILOG. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK.
Baca juga: Penyuap Bowo Sidik Pangarso divonis 1,5 tahun penjara
"Namun, dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya," ujar Alexander.
Ia menjelaskan pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019 diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo masing-masing 59.587 dolar AS pada 1 November 2018, 21.327 dolar AS pada 20 Desember 2018, 7.819 dolar AS pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019
"Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama BSP," kata Alexander.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Dua di antaranya hingga kini masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yakni mantan anggota DPR RI 2014-2019 Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung Adriani (IND) dari unsur swasta.
Untuk satu tersangka lainnya, yakni Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (ASW) telah divonis bersalah di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
"PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama 2013-2018. Pada 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta.
Baca juga: KPK tetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia sebagai tersangka
Ia mengatakan, terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
"Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, Anggota DPR RI. BSP kemudian bertemu dengan ASW yang kemudian melaporkan kepada TAG hasil pertemuannya dengan BSP, yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal," tuturnya.
Tersangka Taufik kemudian diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
"Dalam proses tersebut, kemudian BSP meminta sejumlah fee. Tersangka TAG sebagai Direktur PT HTK membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk BSP," tuturnya.
Baca juga: Indung Andriani dituntut 4 tahun penjara
Selanjutnya pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesepahanan (MoU) antara PT PILOG (Pupuk Indonesia Logistik) dengan PT HTK, yang salah satu materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
"Setelah adanya MoU tersebut, disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada BSP dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK," ungkap Alexander.
Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT PILOG. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK.
Baca juga: Penyuap Bowo Sidik Pangarso divonis 1,5 tahun penjara
"Namun, dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya," ujar Alexander.
Ia menjelaskan pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019 diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo masing-masing 59.587 dolar AS pada 1 November 2018, 21.327 dolar AS pada 20 Desember 2018, 7.819 dolar AS pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019
"Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama BSP," kata Alexander.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: