Solo (ANTARA) - Serikat Pekerja Nasional (SPN) meminta pemerintah membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena berpotensi merugikan para pekerja.

"Ada sejumlah pasal di dalam revisi yang diajukan justru memperburuk kondisi sebelumnya, salah satunya memperpanjang masa kontrak dari dua tahun menjadi enam tahun," kata Ketua SPN Surakarta M Sholihuddin, di Solo, Rabu.
Baca juga: Aksi demo tolak revisi UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003

Selain itu, katanya lagi, poin yang juga memberatkan pekerja adalah penentuan upah tidak didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL), tetapi berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.

"Terkait hal itu pada tanggal 2 Oktober lalu, kami sudah melakukan aksi unjuk rasa. Pada saat itu, kami juga menyampaikan penolakan atas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada awal tahun nanti dan meminta pemerintah menghapus PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan," katanya.

Mengenai skema pengupahan pada PP 78, dikatakannya, sangat merugikan pekerja karena tidak mencerminkan kondisi masing-masing wilayah.

"Oleh karena itu, kami meminta pemerintah untuk mengembalikan penghitungan upah berdasarkan ketentuan sebelumnya, yaitu berdasar survei kebutuhan hidup layak (KHL) di setiap daerah," katanya lagi.
Baca juga: KSBSI: Pembahasan Revisi UU Ketenagakerjaan harus libatkan buruh

Terkait dengan penentuan Upah Minimum Kota (UMK) Surakarta pada 2020, dikatakannya, sampai saat ini belum diperoleh kata sepakat.

"Di satu sisi kami masih terus berusaha agar aspirasi pekerja dapat diakomodasi, di sisi lain kami juga melakukan survei secara mandiri terhadap KHL di Kota Solo," katanya pula.

Sekretaris Apindo Surakarta Wahyu Haryanto mengatakan terkait penentuan UMK 2020 di Kota Solo, saat ini masih menunggu pembahasan di Dewan Pengupahan.

"Terkait besaran UMK yang akan diusulkan ke tingkat provinsi, sampai saat ini belum ada kata sepakat," katanya lagi.