IMF revisi pertumbuhan global, Indonesia masih tumbuh 5,1 persen
16 Oktober 2019 20:08 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2019). ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap mencapai 5,1 persen pada 2019 meski Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan target tersebut akan tercapai jika Indonesia bisa menjaga konsumsi domestik yang tidak bergantung pada kondisi global.
“Penurunan kita itu tidak signifikan, makanya saya termasuk yang yakin. Sepanjang kita bisa mempertahankan domestic demand-nya, maka kita paling apes skenario terburuk itu 5 persen, 5,1 persen itu optimistisnya,” katanya saat ditemui di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu.
Baca juga: IMF pangkas perkiraan pertumbuhan global 2019 menjadi tiga persen
Menurutnya, pertumbuhan permintaan domestik selama ini masih menunjukkan tren yang aman sebab berbagai permintaan dari ritel masih banyak yaitu ditunjukkan oleh Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia senilai 49.
“Kan masih hampir di 50, kecuali sudah 48 itu sudah kontraksi,” ujarnya.
Iskandar menambahkan dalam upaya untuk semakin mendorong peningkatan ekonomi, perbankan di Indonesia harus bisa menurunkan suku bunga kredit pada triwulan IV 2019 karena Bank Indonesia telah memangkas bunga acuan sebanyak tiga kali selama tahun ini.
“BI kan sudah tiga kali menurunkan suku bunga, memang dampaknya belum full karena belum semua bank menurunkan suku bunga kreditnya,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu yakin ekonomi RI bertahan meski IMF revisi pertumbuhan global
Selain itu, adanya peluang peningkatan investasi setelah diterapkannya aplikasi perizinan usaha (OSS), skema omnimbus law untuk aturan perizinan usaha, dan fasilitas insentif pajak seperti tax holiday juga akan semakin menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Iskandar menjelaskan hingga 2019 pemerintah telah menyetujui sebanyak 43 investor yang berinvestasi di berbagai sektor industri seperti nikel dan baja untuk mendapatkan tax holiday.
Para investor tersebut berasal dari 11 negara yang mayoritas adalah Korea Selatan dan China.
"Ini sangat mendukung investasi karena dari 43 investor itu jumlahnya mencapai Rp513 triliun, bayangkan. Itu tidak pernah ada sejarahnya, sejarahnya dulu sebelumnya tax holiday itu 1, bahkan ada yang 0 realisasinya dalam satu tahun,” ujarnya.
Ia pun menganggap laporan IMF yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen pada tahun ini masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di Asia seperti India dan Singapura.
“Contoh di Singapura itu triwulan I sudah -0,1 persen. Triwulan II syukur naik lagi 0,1 persen. India yang tadinya 9 persen turun jadi 8 persen, lalu turun lagi menyamai kita di kisaran 5 persen. Sedangkan kita penurunannya gak signifikan,” katanya.
Sebelumnya, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk 2019 menjadi 3 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang baru dirilis atau turun 0,2 persen dari perkiraannya pada Juli yang sebesar 3,2 persen.
Baca juga: JK: Pertumbuhan ekonomi masih jadi pekerjaan rumah
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan target tersebut akan tercapai jika Indonesia bisa menjaga konsumsi domestik yang tidak bergantung pada kondisi global.
“Penurunan kita itu tidak signifikan, makanya saya termasuk yang yakin. Sepanjang kita bisa mempertahankan domestic demand-nya, maka kita paling apes skenario terburuk itu 5 persen, 5,1 persen itu optimistisnya,” katanya saat ditemui di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu.
Baca juga: IMF pangkas perkiraan pertumbuhan global 2019 menjadi tiga persen
Menurutnya, pertumbuhan permintaan domestik selama ini masih menunjukkan tren yang aman sebab berbagai permintaan dari ritel masih banyak yaitu ditunjukkan oleh Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia senilai 49.
“Kan masih hampir di 50, kecuali sudah 48 itu sudah kontraksi,” ujarnya.
Iskandar menambahkan dalam upaya untuk semakin mendorong peningkatan ekonomi, perbankan di Indonesia harus bisa menurunkan suku bunga kredit pada triwulan IV 2019 karena Bank Indonesia telah memangkas bunga acuan sebanyak tiga kali selama tahun ini.
“BI kan sudah tiga kali menurunkan suku bunga, memang dampaknya belum full karena belum semua bank menurunkan suku bunga kreditnya,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu yakin ekonomi RI bertahan meski IMF revisi pertumbuhan global
Selain itu, adanya peluang peningkatan investasi setelah diterapkannya aplikasi perizinan usaha (OSS), skema omnimbus law untuk aturan perizinan usaha, dan fasilitas insentif pajak seperti tax holiday juga akan semakin menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Iskandar menjelaskan hingga 2019 pemerintah telah menyetujui sebanyak 43 investor yang berinvestasi di berbagai sektor industri seperti nikel dan baja untuk mendapatkan tax holiday.
Para investor tersebut berasal dari 11 negara yang mayoritas adalah Korea Selatan dan China.
"Ini sangat mendukung investasi karena dari 43 investor itu jumlahnya mencapai Rp513 triliun, bayangkan. Itu tidak pernah ada sejarahnya, sejarahnya dulu sebelumnya tax holiday itu 1, bahkan ada yang 0 realisasinya dalam satu tahun,” ujarnya.
Ia pun menganggap laporan IMF yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen pada tahun ini masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di Asia seperti India dan Singapura.
“Contoh di Singapura itu triwulan I sudah -0,1 persen. Triwulan II syukur naik lagi 0,1 persen. India yang tadinya 9 persen turun jadi 8 persen, lalu turun lagi menyamai kita di kisaran 5 persen. Sedangkan kita penurunannya gak signifikan,” katanya.
Sebelumnya, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk 2019 menjadi 3 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang baru dirilis atau turun 0,2 persen dari perkiraannya pada Juli yang sebesar 3,2 persen.
Baca juga: JK: Pertumbuhan ekonomi masih jadi pekerjaan rumah
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: