Wapres: Sertifikasi halal kini lebih melibatkan para ahli
16 Oktober 2019 17:54 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sambutan usai menyaksikan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal (PLSH) bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (16/10/2019). (ANTARA FOTO/Fransiska Ninditya)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemberian label halal terhadap produk makanan, minuman dan barang saat ini melibatkan para ahli berpengalaman sehingga sertifikasi halal yang diberikan semakin kredibel.
"Jadi, kita kini menyesuaikan segalanya dari segi agama, yaitu serahkan pada ahlinya. Oleh karena itu, sistem ini betul-betul harus dipahami, kerja sama dengan pihak-pihak yang mempunyai kapasitas untuk itu," kata Wapres JK di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Sebelum diberlakukan sistem sertifikasi halal baru, pemberian label halal hanya dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kini, proses pemberian jaminan produk halal diberikan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan MUI.
Baca juga: 11 K/L tandatangani MoU Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal
Nantinya, BPJPH berwenang untuk memeriksa, memverifikasi dan merekomendasikan kehalalan suatu produk kepada MUI, untuk kemudian diberikan fatwa halal oleh MUI.
"Dulu, MUI yang menentukan (halal atau tidak), kita berterimakasih kepada MUI selama ini, tetapi rakyat membutuhkan lebih baik lagi. Maka ada BPJPH bersama-sama dengan BPOM untuk menguji itu, dan MUI tetap ada fungsinya yakni memberikan fatwa mana yang dimaksud halal dan mana yang dimaksud tidak halal. Itu penting," jelas Wapres.
Selain itu, dengan keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam meneliti produk makanan dan minuman sebelum dilabeli halal, Wapres JK mengatakan Pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk membentuk laboratorium baru khusus untuk memeriksa kehalalan suatu produk.
Baca juga: Sertifikasi halal jadi tantangan ekspor Meksiko ke Indonesia
"BPOM punya laboratorium di seluruh Indonesia, sedangkan MUI hanya punya laboratorium kecil di Bogor. Jadi sudah ada laboratorium dan ada ahlinya. Kalau bikin lagi lembaga, maka ongkos negara bisa triliunan, habis lagi keadaan (keuangan) ini sekarang," katanya.
Mulai Kamis (17/10), sertifikasi untuk jaminan produk halal dengan sistem baru mulai diberlakukan secara bertahap. Sistem baru sertifikasi halal akan melewati lima tahap, yakni pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan dan/atau pengujian produk, penetapan kehalalan produk lewat sidang fatwa halal serta penerbitan sertifikat halal.
Tahap pertama diberlakukan dalam kurun waktu lima tahun, 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024, untuk produk makanan, minuman dan jasa terkait. Tahap kedua, sertifikasi halal wajib diberlakukan untuk produk selain makanan yang berlaku mulai 17 Oktober 2021, dengan rentang waktu tujuh tahun, 10 tahun dan 15 tahun.
Baca juga: Kemendag: Perbedaan standar produk halal jadi isu ekspor negara OKI
Baca juga: Sertifikasi produk halal dinilai perlu dukungan SDM andal
"Jadi, kita kini menyesuaikan segalanya dari segi agama, yaitu serahkan pada ahlinya. Oleh karena itu, sistem ini betul-betul harus dipahami, kerja sama dengan pihak-pihak yang mempunyai kapasitas untuk itu," kata Wapres JK di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Sebelum diberlakukan sistem sertifikasi halal baru, pemberian label halal hanya dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kini, proses pemberian jaminan produk halal diberikan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan MUI.
Baca juga: 11 K/L tandatangani MoU Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal
Nantinya, BPJPH berwenang untuk memeriksa, memverifikasi dan merekomendasikan kehalalan suatu produk kepada MUI, untuk kemudian diberikan fatwa halal oleh MUI.
"Dulu, MUI yang menentukan (halal atau tidak), kita berterimakasih kepada MUI selama ini, tetapi rakyat membutuhkan lebih baik lagi. Maka ada BPJPH bersama-sama dengan BPOM untuk menguji itu, dan MUI tetap ada fungsinya yakni memberikan fatwa mana yang dimaksud halal dan mana yang dimaksud tidak halal. Itu penting," jelas Wapres.
Selain itu, dengan keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam meneliti produk makanan dan minuman sebelum dilabeli halal, Wapres JK mengatakan Pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk membentuk laboratorium baru khusus untuk memeriksa kehalalan suatu produk.
Baca juga: Sertifikasi halal jadi tantangan ekspor Meksiko ke Indonesia
"BPOM punya laboratorium di seluruh Indonesia, sedangkan MUI hanya punya laboratorium kecil di Bogor. Jadi sudah ada laboratorium dan ada ahlinya. Kalau bikin lagi lembaga, maka ongkos negara bisa triliunan, habis lagi keadaan (keuangan) ini sekarang," katanya.
Mulai Kamis (17/10), sertifikasi untuk jaminan produk halal dengan sistem baru mulai diberlakukan secara bertahap. Sistem baru sertifikasi halal akan melewati lima tahap, yakni pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan dan/atau pengujian produk, penetapan kehalalan produk lewat sidang fatwa halal serta penerbitan sertifikat halal.
Tahap pertama diberlakukan dalam kurun waktu lima tahun, 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024, untuk produk makanan, minuman dan jasa terkait. Tahap kedua, sertifikasi halal wajib diberlakukan untuk produk selain makanan yang berlaku mulai 17 Oktober 2021, dengan rentang waktu tujuh tahun, 10 tahun dan 15 tahun.
Baca juga: Kemendag: Perbedaan standar produk halal jadi isu ekspor negara OKI
Baca juga: Sertifikasi produk halal dinilai perlu dukungan SDM andal
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: