Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong kolaborasi para pelaku usaha melalui pemanfaatan teknologi sistem informasi dengan melibatkan para pelaku usaha rintisan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ekonomi Kreatif Erik Hidayat mengatakan bahwa melalui gelaran 100 Innovations Networking Event, Kadin mempertemukan sedikitnya 120 orang yang terdiri dari para pelaku usaha rintisan dan korporasi untuk menjajaki terjadinya kerja sama.

"Di era digital seperti sekarang ini, kolaborasi usaha merupakan keniscayaan yang harus ditempuh bagi para pengusaha agar kegiatan usaha yang digeluti mampu bertahan bahkan berkembang di masa mendatang," kata Erik di Jakarta, Rabu.

Baca juga: MIKTI sebut usaha rintisan Indonesia terkendala talenta

Erik menilai perkembangan usaha rintisan di Indonesia tumbuh cukup pesat. Berdasarkan situs Startup Ranking per 21 Maret 2019, jumlah usaha rintisan Indonesia mencapai lebih dari 2.100.

Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di posisi kelima sebagai negara dengan usaha rintisan terbanyak di dunia. Negara dengan usaha rintisan terbanyak adalah Amerika Serikat yang mencapai lebih dari 46.000. Kemudian, diikuti India memiliki 6.181 usaha rintisan , lalu Inggris 4.909 serta Kanada 2.489 usaha rintisan.

"Perkembangannya cukup bagus, namun kita juga tahu bahwa dari sekian banyak startup yang ada, hanya sekitar satu persen saja yang berhasil tumbuh, selebihnya boleh dibilang perlu berjuang lebih keras agar mampu bertahan," kata dia.

Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan gagalnya sebuah usaha rintisan. Salah satu faktor yang paling berpengaruh yakni kurangnya akses modal dan sumber daya manusia.

Baca juga: Kaum muda harus bisa membuka usaha rintisan

Erik menyebutkan solusi untuk para pelaku usaha untuk bisa bertahan (survive) ada dua, yakni sharing ekonomi dan kolaborasi.

Ia menilai bahwa usaha rintisan tidak harus menguasai segala aspek dan fokus pada kelebihan. Selebihnya, jika terdapat kekurangan dapat menjalin kolaborasi dengan perusahaan atau usaha rintisan lain.

Ia menambahkan bahwa era sekarang adalah Volatile (lincah), Uncertainty (tidak pasti), Complexity (rumit), dan Ambiguity (dwi makna), sehingga untuk bisa beradaptasi dengan perubahan, diperlukan banyak transformasi dan kolaborasi.

Dengan demikian, kelebihan start up bisa menjadi jawaban dari kebutuhan industri, demikian pula start up yang membutuhkan dukungan seperti akses permodalan, sumber daya, bahkan klien dari perusahaan besar.

"Upaya menyambungkan startup dengan korporasi dan juga investor sangat penting, sehingga dapat terjadi bisnis yang saling mendukung dan memungkinkan terjadinya business matching," kata Erik.

Baca juga: Telkomsel dorong munculnya ribuan usaha rintisan di Indonesia Timur