Garut (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut telah menetapkan empat tersangka Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sapi perah bunting tahun anggaran 2015 dengan nilai kerugian negara mencapai Rp400 jutaan.

"Dugaannya kasus korupsi sapi perah di APBN tahun anggaran 2015," kata Kepala Seksie Pidana Khusus Kejari Garut Deny Marincka Pratama kepada wartawan di Garut, Rabu.

Ia menuturkan, Kejari telah menyelidiki kasus dugaan korupsi bantuan sapi dengan tersangka empat ASN, dua di antaranya sudah pensiun lalu ada tersangka satu orang lagi merupakan pihak ketiga penyedia barang.

Kasus korupsi di Dinas Peternakan dan Kelautan Kabupaten Garut itu, kata dia, sudah memenuhi cukup bukti untuk menetapkan para tersangka dan siap diproses hukum lebih lanjut.

Ia menyebutkan, para tersangka yakni inisial AS, YY, dan S sebagai pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHP), dan DN Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan YS sebagai penyedia barang.

"Perannya YS sebagai perusahaan yang menang lelang, tapi orang dinas yang mencari sapinya, YS lalu memberi uang Rp100 juta ke dinas setelah sapi didapatkan," katanya.

Ia mengungkapkan, besaran anggaran untuk program sapi tersebut Rp2,4 miliar yang disinyalir penggunaannya tidak sesuai kesepakatan dan aturan yang berlaku.

Kejari Garut, lanjut dia, menemukan unsur tindak pidana korupsi yakni dalam pembelian 120 sapi perah bunting, berikut anggaran kebutuhan pakan dan uji laboratorium.

Hasil pemeriksaan di lapangan, kata dia, dari 120 sapi perah, terdapat 22 sapi yang tidak bunting, atau tidak sesuai aturan alokasi anggaran untuk membeli sapi dalam kondisi bunting usia empat bulan.

"Sebanyak 22 sapi itu ada yang tidak bunting dan ada sapi bunting tapi belum empat bulan, jadi sudah ada pelanggaran," katanya.

Ia menyebutkan, besaran anggaran untuk satu ekor sapi sebesar Rp19,5 juta, sedangkan pembelian 22 sapi yang tidak sesuai aturan itu menghabiskan dana sebesar Rp429 juta ditambah anggaran pakan dan uji laboratorium tidak dilaksanakan.

"Biaya uji lab itu Rp45 ribu per ekornya, sedangkan pakan sebesar Rp120 ribu per ekor, dana itu sebagian tidak dipakai," katanya.

Ia menambahkan, pelanggaran tersangka itu yakni meloloskan sapi yang tidak sesuai aturan untuk tetap dibeli dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

"Sapinya tidak bunting atau belum empat bulan bunting harusnya ditolak, tapi mereka sengaja memasukkannya," kata dia.

Baca juga: Kejari evaluasi dugaan korupsi di DPRD Garut