Kemensos: Masyarakat harus miliki pengetahuan hadapi bencana alam
16 Oktober 2019 15:39 WIB
Kasubdit Kesiapsiagaan dan Mitigasi Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Ni Masjitoh Tri Siswandewi saat diwawancarai awak media massa di Jakarta, Rabu (16/10/2019). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) RI menyatakan masyarakat harus memiliki pengetahuan tentang cara menghadapi bencana alam, terutama yang tinggal di zona merah atau rawan bencana sehingga mampu menekan korban jiwa saat terjadi musibah.
"Hasil riset di Jepang yang ditolong oleh orang lain itu hanya 1,5 persen, lebih banyak ditolong oleh dirinya sendiri," kata Kasubdit Kesiapsiagaan dan Mitigasi Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Ni Masjitoh Tri Siswandewi pada Diplomatic Forum bertajuk multilateralisme dan masa depan tangguh yang berkelanjutan di Jakarta, Rabu.
Apalagi, kata dia, Indonesia berada di Cincin Api Pasifik dan menjadi negara kepulauan yang dikelilingi laut sehingga terus berpotensi menghadapi gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi serta banjir.
Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki pengetahuan cara menghadapi bencana alam termasuk penanganan setelah kejadian. Banyaknya korban yang jatuh dikarenakan tidak mengetahui langkah yang mesti dilakukan akibat panik.
Baca juga: BNPB: Korban bencana Indonesia nomor dua terbanyak di dunia
Setelah memiliki bekal pengetahuan tersebut, masyarakat disarankan membangun fasilitas pendukung seperti rumah atau bangunan ramah gempa bumi.
Untuk membangun rumah yang ramah gempa bumi, memang dibutuhkan biaya cukup besar. Namun, hal itu perlu dilakukan guna menekan kerugian materi dan korban jiwa dalam jangka panjang.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu hati-hati dalam mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan masyarakat. Apalagi, daerah tersebut termasuk zona merah atau rawan bencana.
Baca juga: Rektor : mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan
Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun daerah diminta terus berkoordinasi dengan para peneliti untuk memastikan lokasi yang akan dibangun aman dari jalur gempa bumi.
"Jadi ketika sudah terdeteksi oleh kawan-kawan peneliti misalnya LIPI menyatakan tidak boleh dibangun, ya jangan dibangun," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah daerah, masyarakat dan pihak terkait lainnya agar terus menambah wawasan terkait kebencanaan sekaligus membangun rumah atau bangunan ramah gempa.
"Sulawesi Tengah sepertinya sudah mulai membangun rumah ramah gempa tersebut," kata dia.
Baca juga: Pemerintah siapkan Rp5 triliun untuk tanggulangi bencana pada 2020
Baca juga: Kemenko Maritim luncurkan Peta Jalan Mitigasi Amblesan Tanah Pesisir
"Hasil riset di Jepang yang ditolong oleh orang lain itu hanya 1,5 persen, lebih banyak ditolong oleh dirinya sendiri," kata Kasubdit Kesiapsiagaan dan Mitigasi Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Ni Masjitoh Tri Siswandewi pada Diplomatic Forum bertajuk multilateralisme dan masa depan tangguh yang berkelanjutan di Jakarta, Rabu.
Apalagi, kata dia, Indonesia berada di Cincin Api Pasifik dan menjadi negara kepulauan yang dikelilingi laut sehingga terus berpotensi menghadapi gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi serta banjir.
Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki pengetahuan cara menghadapi bencana alam termasuk penanganan setelah kejadian. Banyaknya korban yang jatuh dikarenakan tidak mengetahui langkah yang mesti dilakukan akibat panik.
Baca juga: BNPB: Korban bencana Indonesia nomor dua terbanyak di dunia
Setelah memiliki bekal pengetahuan tersebut, masyarakat disarankan membangun fasilitas pendukung seperti rumah atau bangunan ramah gempa bumi.
Untuk membangun rumah yang ramah gempa bumi, memang dibutuhkan biaya cukup besar. Namun, hal itu perlu dilakukan guna menekan kerugian materi dan korban jiwa dalam jangka panjang.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu hati-hati dalam mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan masyarakat. Apalagi, daerah tersebut termasuk zona merah atau rawan bencana.
Baca juga: Rektor : mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan
Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun daerah diminta terus berkoordinasi dengan para peneliti untuk memastikan lokasi yang akan dibangun aman dari jalur gempa bumi.
"Jadi ketika sudah terdeteksi oleh kawan-kawan peneliti misalnya LIPI menyatakan tidak boleh dibangun, ya jangan dibangun," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah daerah, masyarakat dan pihak terkait lainnya agar terus menambah wawasan terkait kebencanaan sekaligus membangun rumah atau bangunan ramah gempa.
"Sulawesi Tengah sepertinya sudah mulai membangun rumah ramah gempa tersebut," kata dia.
Baca juga: Pemerintah siapkan Rp5 triliun untuk tanggulangi bencana pada 2020
Baca juga: Kemenko Maritim luncurkan Peta Jalan Mitigasi Amblesan Tanah Pesisir
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: