Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan kredit macet atau non performing loan (NPL) pada kredit usaha rakyat (KUR), yang diberikan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) sulit dikontrol, sehingga menjadi penyebab NPL KUR membengkak.

"NPL KUR untuk TKI paling susah ternyata dimonitor, apa lagi kalau mereka sudah berangkat ke negara tempatnya bekerja,” katanya saat ditemui di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu.

Penyaluran KUR sejak Agustus 2015 hingga 31 Agustus 2019 mencapai Rp435,4 triliun dan telah diterima oleh 17,5 juta debitur dengan rasio NPL sebesar 1,31 persen.

Baca juga: Menko Darmin nilai target penyaluran KUR sektor produksi sulit dicapai

Menurut Darmin, NPL 1,31 persen tersebut sangat rendah dan apabila KUR untuk TKI tidak dihitung, maka NPL bisa turun mencapai 0,9 persen.

"Kalau KUR TKI dikeluarkan, maka 0,9 persen NPL-nya, lebih baik dari seluruh kredit perbankan," ujarnya.

Lebih lanjut, Darmin berharap selanjutnya penyaluran KUR bisa lebih diberikan untuk sektor produktif sebab pada 2019 ini penyalurannya belum mencapai 60 persen dari total plafon KUR yang disediakan.

"Kalau 2017 saya tetapkan 40 persen, 2018 50 persen, dan tahun ini sebenarnya produktif itu 60 persen tapi saya melihat mulai enggak tercapai," katanya.

Darmin menyarankan agar orang yang bekerja secara individu di sektor produksi atau UMKM bisa membentuk klaster atau kelompok sehingga pihak perbankan dapat lebih mudah dalam menyalurkan kredit.

"Kita harus mendorong lahirnya kelompok atau klaster kegiatan UMKM, itu dia tantangannya,” katanya.

Tahun ini, pemerintah menargetkan penyaluran KUR mencapai Rp140 triliun yang 60 persennya harus diserap oleh sektor produktif.

Namun, realisasi KUR hingga 31 Agustus baru Rp102 triliun yang diberikan kepada 3,6 juta debitur.

Baca juga: Pemerintah dorong kemandirian ekonomi dengan naikkan target KUR
Baca juga: Bank Mandiri pacu pemerataan ekonomi lewat KUR pariwisata