Penanganan bencana di Indonesia butuh multilateralisme
16 Oktober 2019 11:19 WIB
Kepala RRI Voice of Indonesia, Agung Soesatyo memberikan paparan pada kegiatan Diplomatic Forum bertajuk multilateralisme dan masa depan tangguh yang berkelanjutan di Gedung RRI, Jakarta, Rabu (16/10/2019). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)
Jakarta (ANTARA) - Penanganan bencana alam di Indonesia membutuhkan multilateralisme atau hubungan kerja sama internasional antara beberapa negara, kata Kepala RRI Voice of Indonesia Agung Soesatyo.
"Kebersamaan dalam menangani bencana serta membentuk masa depan yang kuat adalah tujuan kita bersama," kata dia pada kegiatan Diplomatic Forum bertajuk "Multilateralisme dan Masa Depan Tangguh yang Berkelanjutan" di Gedung RRI, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, penanganan bencana dengan pola multilateralisme yang kerap digaungkan PBB dalam pembangunan dunia dapat didorong untuk menghadapi bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia.
Apalagi, kata dia, posisi Indonesia yang terletak di Cincin Api Pasifik dan menjadi negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut terus menghadapi risiko bencana alam, yaitu gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan banjir.
Bencana alam, kata dia, menimbulkan penderitaan yang mengerikan dan dapat menghapuskan keuntungan pembangunan selama beberapa dekade dalam waktu singkat.
Terkait penanganan bencana, katanya, berdasarkan data PBB menunjukkan bencana Sulawesi Tengah 2018 mengakibatkan kehancuran 110.214 rumah, 172.999 orang telantar dan menyebabkan 7.000 kematian.
Sebanyak 4.845 orang tewas dan dapat didentifikasi, 1.016 meninggal namun tidak dikenal serta 705 hilang dan dianggap meninggal.
Untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan dan tangguh, kata dia, semua sektor harus bersama-sama menerapkan perubahan di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam 16 Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGS) PBB.
Ia menyampaikan menjelang peringatan Hari PBB ke-75 pada 2020, saatnya semua pihak mulai membangun dialog tentang multilateralisme dalam penanganan bencana.
Baca juga: Ahli: teknologi akan jadi penentu suksesnya pengurangan dampak bencana
Baca juga: Pemerintah perkuat koordinasi tangani bencana alam
Baca juga: DPR harapkan penyederhanaan birokrasi penanganan bencana
"Kebersamaan dalam menangani bencana serta membentuk masa depan yang kuat adalah tujuan kita bersama," kata dia pada kegiatan Diplomatic Forum bertajuk "Multilateralisme dan Masa Depan Tangguh yang Berkelanjutan" di Gedung RRI, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, penanganan bencana dengan pola multilateralisme yang kerap digaungkan PBB dalam pembangunan dunia dapat didorong untuk menghadapi bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia.
Apalagi, kata dia, posisi Indonesia yang terletak di Cincin Api Pasifik dan menjadi negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut terus menghadapi risiko bencana alam, yaitu gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan banjir.
Bencana alam, kata dia, menimbulkan penderitaan yang mengerikan dan dapat menghapuskan keuntungan pembangunan selama beberapa dekade dalam waktu singkat.
Terkait penanganan bencana, katanya, berdasarkan data PBB menunjukkan bencana Sulawesi Tengah 2018 mengakibatkan kehancuran 110.214 rumah, 172.999 orang telantar dan menyebabkan 7.000 kematian.
Sebanyak 4.845 orang tewas dan dapat didentifikasi, 1.016 meninggal namun tidak dikenal serta 705 hilang dan dianggap meninggal.
Untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan dan tangguh, kata dia, semua sektor harus bersama-sama menerapkan perubahan di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam 16 Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGS) PBB.
Ia menyampaikan menjelang peringatan Hari PBB ke-75 pada 2020, saatnya semua pihak mulai membangun dialog tentang multilateralisme dalam penanganan bencana.
Baca juga: Ahli: teknologi akan jadi penentu suksesnya pengurangan dampak bencana
Baca juga: Pemerintah perkuat koordinasi tangani bencana alam
Baca juga: DPR harapkan penyederhanaan birokrasi penanganan bencana
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: