Kabut asap bisa diminimalkan dengan aquascape dan tanaman
15 Oktober 2019 21:14 WIB
Pengendara motor melintas di Jalan Gubernur Syarkawi yang diselimuti kabut asap pekat di Kecamatan Gambut, Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (15/10/2019). Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) menyebabkan timbulnya kabut asap pekat yang berdampak terganggunya aktivitas warga dengan jarak pandang terbatas serta menimbulkan aroma menyengat dan mengganggu pernafasan. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Jakarta (ANTARA) - Kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan bisa diminimalkan dampaknya dengan hiasan aquascape dan tanaman dalam ruangan yang bisa menyerap karbon dioksida (CO2).
Berdasarkan Buku Penanggulangan Krisis Kesehatan Lindungi Diri Dari Bencana Kabut Asap Kementerian Kesehatan yang dikutip di Jakarta, Selasa, hiasan akuarium dengan berbagai tumbuhan air dapat menyerap CO2 yang banyak terkandung pada kabut asap.
Tangki air yang ditanamkan tumbuhan air (aquascape) seperti ganggang dan dipasangi lampu ultraviolet atau LED bisa mengurangi CO2 dan menjaga kelembaban udara karena adanya proses fotosintesis.
Selain itu, Kementerian Kesehatan menyebut bahwa tanaman dalam ruangan juga bisa menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen (O2) dari proses fotosintesis di dalam rumah. Tanaman yang digunakan sebaiknya yang memiliki kemampuan menyerap berbagai polutan seperti lidah mertua atau sanseveira, lili paris, sirih gading, dan suplir.
Baca juga: Cara atasi asap karhutla masuk ke dalam rumah anjuran Kemenkes
Baca juga: Kemenkes sediakan mobil oksigen untuk warga terdampak asap
Kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang mengganggu pernapasan seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3).
Material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada lansia, bayi dan pengidap penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa juga menyerang orang sehat.
Dampak akut dari kabut asap karhutla paling banyak adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung, serta menyebabkan sakit kepala atau alergi.
Kabut asap juga bisa berdampak kronik atau jangka panjang yaitu menimbulkan potensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penyakit jantung di kemudian hari.
Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi atau memperburuk kinerja paru-paru. Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematiannya.
Kabut asap membawa partikel sangat kecil dengan ukuran 2,5 mikrogram yang disebut PM2.5. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam tubuh lewat saluran pernafasan. Sebuah studi oleh California Environmental Protection Agency tahun 2014 membuktikan pasien yang terpapar kabut asap dalam waktu lama menggandakan risiko terkena serangan jantung atau stroke.*
Baca juga: PDPI imbau korban asap hindari risiko pajanan cegah masalah lanjutan
Baca juga: PDPI: Kabut asap sebabkan dampak kesehatan jangka pendek dan panjang
Berdasarkan Buku Penanggulangan Krisis Kesehatan Lindungi Diri Dari Bencana Kabut Asap Kementerian Kesehatan yang dikutip di Jakarta, Selasa, hiasan akuarium dengan berbagai tumbuhan air dapat menyerap CO2 yang banyak terkandung pada kabut asap.
Tangki air yang ditanamkan tumbuhan air (aquascape) seperti ganggang dan dipasangi lampu ultraviolet atau LED bisa mengurangi CO2 dan menjaga kelembaban udara karena adanya proses fotosintesis.
Selain itu, Kementerian Kesehatan menyebut bahwa tanaman dalam ruangan juga bisa menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen (O2) dari proses fotosintesis di dalam rumah. Tanaman yang digunakan sebaiknya yang memiliki kemampuan menyerap berbagai polutan seperti lidah mertua atau sanseveira, lili paris, sirih gading, dan suplir.
Baca juga: Cara atasi asap karhutla masuk ke dalam rumah anjuran Kemenkes
Baca juga: Kemenkes sediakan mobil oksigen untuk warga terdampak asap
Kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang mengganggu pernapasan seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3).
Material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada lansia, bayi dan pengidap penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa juga menyerang orang sehat.
Dampak akut dari kabut asap karhutla paling banyak adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung, serta menyebabkan sakit kepala atau alergi.
Kabut asap juga bisa berdampak kronik atau jangka panjang yaitu menimbulkan potensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penyakit jantung di kemudian hari.
Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi atau memperburuk kinerja paru-paru. Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematiannya.
Kabut asap membawa partikel sangat kecil dengan ukuran 2,5 mikrogram yang disebut PM2.5. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam tubuh lewat saluran pernafasan. Sebuah studi oleh California Environmental Protection Agency tahun 2014 membuktikan pasien yang terpapar kabut asap dalam waktu lama menggandakan risiko terkena serangan jantung atau stroke.*
Baca juga: PDPI imbau korban asap hindari risiko pajanan cegah masalah lanjutan
Baca juga: PDPI: Kabut asap sebabkan dampak kesehatan jangka pendek dan panjang
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: