Kuala Lumpur (ANTARA News) - Buah kunjungan Dubes RI untuk Malaysia Da'i Bachtiar, beserta pejabat di jajarannya, berikut rombongan Dharma Wanita, ke penjara khusus wanita di Kajang, Selangor, Malaysia, Senin (28/7) lalu, muncul kesedihan sekaligus kekaguman. Sedih karena di tempat itu terdapat 1.100 wanita Indonesia dari 1.504 wanita yang ditahan, baik karena perbuatan kriminal atau melanggar keimigrasian. Paling banyak memang tahanan imigrasi karena tinggal atau bekerja tanpa dilengkapi dokumen resmi keimigrasian. Dari 1.100 wanita asal Indonesia yang ditahan di sana, 171 di antaranya sudah divonis oleh pengadilan kriminal dan imigrasi, dan 929 lainnya masih tahanan sementara. Selain penjara khusus wanita, di kawasan Kajang, Selangor, juga ada penjara laki-laki. Menurut Da'i, di penjara laki-laki di Kajang ada 1.300 WNI dari 1.800 tahanan yang ada. "Ini baru penjara di Kajang, belum lagi penjara lainnya," kata mantan Kapolri yang mengaku sedih melihat kenyataan itu. Menjadi acara tahunan, dalam memperingati HUT kemerdekaan Indonesia, para pejabat KBRI Kuala Lumpur mengunjungi penjara-penjara di Malaysia, selain menyaksikan pertandingan olah raga di antara para tahanan, juga menengok saudara setanah air yang terngah tersandung hukum. Di antara kesedihan itu, kekaguman juga muncul ketika melihat potret penjara di Malaysia yang boleh dikatakan tidak seperti tempat hukuman (penjara), tetapi tepat disebut sebagai lembaga pemasyarakatan. "Ini Ironis. Di Indonesia namanya bukan penjara tapi lembaga pemasyarakatan, namun realitasnya adalah benar-benar penjara," kata Da'i kepada kepala penjara Kajang, Nassif, setelah melihat langsung sarana dan kegiatan penjara itu. Di Malaysia namanya tetap penjara tapi realitasnya benar-benar lembaga pemasyarakatan. Karena di dalam penjara banyak bengkel kreativitas dan para tahanan diberikan begitu banyak peluang kegiatan usaha yang mampu membuat dia mandiri dan berusaha untuk mempertahankan hidup. Begitu masuk kawasan penjara wanita Kajang, pengunjung akan melihat masjid besar putih dan cantik. Kemudian di halaman parkir akan dijemput gerai atau toko penjualan kerajinan tangan para tahanan. Para kepala penjara di Malaysia mengakui bahwa mereka banyak belajar tentang manajemen penjara dari pejabat Ditjen pemasyarakatan Indonesia. Bahkan sebuah penjara paling besar di Kedah, Utara Malaysia, dikonsep dan didesain atas bantuan pejabat Ditjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman. Penjara di Sungai Buloh, Selangor, juga tidak tampak seperti penjara. Di kanan kiri pintu masuk berdiri apartemen pegawai penjara yang bersih dan nyaman. Setelah masuk, baru terlihat ada penjara di dalamnya. Begitu pula dengan penjara untuk ISA (internal security act) di Kemunting, Perak. Penjara yang paling ditakuti di Malaysia. Dari luar tidak seperti penjara karena begitu masuk, di kanan kiri jalan tampak pemandangan perkebunan, kemudian fasilitas sekolah dan bermain anak-anak pegawai penjara. Setelah masuk satu kilometer barulah tampak bangunan penjaranya. Profit Center Dari kunjungan itu muncul kekaguman karena pemerintah Malaysia selain memiliki desain penjara yang bagus, pengelolaan yang manusiawi, mereka juga mampu menjadikan penjara, istilah kasarnya penampungan sampah masyarakat, menjadi tempat yang menghasilkan (profit center). Malaysia menargetkan pendapatan sekitar Rp30 miliar atau sekitar 10 juta ringgit pada tahun 2008 dari penjualan produk para tahanan di seluruh penjara. "Pada semester pertama tahun ini, kami sudah mendapatkan 4 juta ringgit (sekitar Rp12 miliar)," kata pejabat departemen penjara Malaysia Abd Razak ketika menerima kunjungan rombongan KBRI Kuala Lumpur. Tahun lalu, ungkap Abd Razak, seluruh penjara Malaysia mendapat 6 juta ringgit (sekitar Rp18 miliar) dari penjualan produk para tahanan. "Seperti di penjara khusus wanita Kajang ini di depan pintu masuk penjara ada gerai penjualan produk tahanan mulai dari kerajinan tangan, baju batik, kue dan rote, salon," katanya. Bahkan, disediakan juga gerai di internet. "Masyarakat bisa membeli via internet melalui ketik www.prison.com.my dibayar dengan kartu kredit dan bisa diantar ke rumah," kata Abd Razak. Dalam penjara khusus wanita Kajang ada tujuh bengkel yang disediakan bagi pelatihan kejuruan bagi tahanan yakni bengkel salon, SPA, batik, kerajinan tangan, pembuatan kue dan komputer. Hasil karya mereka juga bagus-bagus dan layak jual dengan harga miring karena dikerjakan oleh para tahanan. "Beberapa mal besar juga selalu memberikan informasi dan mengajak gerai penjara jika mereka ada pameran," kata pejabat departemen penjara Malaysia itu. Menurut dia, ada tahanan yang keluar dengan penghasilan ribuan ringgit hasil kerajinan tangannya selama di dalam penjara. “Kami catat setiap produk tahanan dan kami berikan ketika dia keluar dari penjara sebagai pendapatan dan bekal hidup nanti," katanya. Dubes Da'i dan rombongannya sempat mencicipi aneka macam kue buatan para tahanan. Para petugas penjara tidak lupa memberikan brosur yang isinya penawaran katering dari penjara Kajang yang bisa dipesan untuk berbagai macam pesta. "Kalau di penjara laki-laki ada keterampilan tukang kayu dan elektronik," tambah Abd Razak. Sebelum pulang, rombongan ibu-ibu Dharma Wanita KBRI KL memborong produk kerajinan tahanan wanita Kajang. Walau pun tidak ada cap atau tulisan "made by" (dibuat oleh) TKW atau TKI, tapi mayoritas pekerjanya memang TKW atau TKI. Tidak heran, manajemen pengelolaan penjara di Kajang mendapatkan ISO 9001. (*)