Perbankan mulai lirik pembiayaan ekspor ikan kerapu di Sumatera Barat
15 Oktober 2019 11:47 WIB
Ilustrasi: Nelayan memindahkan hasil ikan kualitas ekspor di tepian Sungai Batang Arau, Padang, Sumatera Barat . (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Padang (ANTARA) - Ekspor ikan kerapu dari Sumatera Barat ke Hong Kong mencapai 36,3 ton dalam dua kali pengiriman pada 2019.
"Minggu lalu kami ekspor sebanyak 16,3 ton. Sebelumnya, Juni 2019 kita juga sudah ekspor sebanyak 20 ton," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri di Padang, Selasa.
Ia mengatakan jenis kerapu yang diekspor adalah Kerapu Cantik dan Kerapu Bebek. Harga Kerapu Cantik Rp 110.000 per kilogram, sedangkan Kerapu Bebek lebih mahal mencapai Rp470.000 per kilogram.
Potensi untuk ekspor terbuka lebar karena daerah tujuannya tidak hanya Hong Kong, tetapi juga sejumlah negara lain seperti Singapura.
Yosmeri mengatakan pihaknya akan terus berupaya meningkatkan produksi ikan kerapu budi daya itu agar bisa memberikan kesejahteraan kepada para nelayan.
Pihaknya juga terus mendukung upaya peningkatan kesejahteraan nelayan budi daya, salah satunya dengan memberi akses ke dunia perbankan agar nelayan memiliki dukungan modal yang cukup.
Vice President Head of Network Service PT BNI Tbk, Padang Region Office, Iwan Affandi menyebut selama ini KUR lebih difokuskan pada bidang pertanian dan pedagangan. Ke depan seiring berkembangnya budi daya ikan kerapu, pihaknya pun mulai melirik nelayan yang membudidaya ikan kerapu untuk ekspor.
“Apalagi komoditas itu sudah diekspor ke luar negeri sehingga potensinya besar,” katanya.
Oleh karena itu pihaknya bersama OJK serta Dinas Kelautan Perikanan Sumatera Barat akan membahas lebih detail bentuk dukungan permodalan untuk pembudidaya ikan kerapu, agar diketahui berapa kebutuhan modal untuk mengembangkan budi daya tersebut. Bahkan pihaknya berencana memberikan pendampingan manajemen pengelolaan keuangan.
“Nanti kami diskusikan dengan pihak terkait, pola seperti apa yang cocok untuk budi daya ikan kerapu ekspor. Sebab jika memakai sistim biasa seperti bidang pertanian tidak cocok. Mengingat masa panen ikan kerapu mulai dari 8 bulan hingga 1,5 tahun,” ujarnya.
Pihaknya ingin melihat selama masa pemeliharaan apakah petani sanggup membayar angsuran ke bank. Kemudian, pihaknya juga akan membicarakan tentang masa panen petani budi daya ikan kerapu agar jangan serentak.
“Jadi diharapkan setiap bulan itu ada panen. Diaturlah masa pemeliharaan oleh petani jangan serentak semua. Harapannya, agar petani tidak kesulitan dalam membayar angsuran tiap bulan,” katanya.
Baca juga: Permintaan ikan kerapu asal Kota Lhokseumawe tinggi untuk pasar ekspor
"Minggu lalu kami ekspor sebanyak 16,3 ton. Sebelumnya, Juni 2019 kita juga sudah ekspor sebanyak 20 ton," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri di Padang, Selasa.
Ia mengatakan jenis kerapu yang diekspor adalah Kerapu Cantik dan Kerapu Bebek. Harga Kerapu Cantik Rp 110.000 per kilogram, sedangkan Kerapu Bebek lebih mahal mencapai Rp470.000 per kilogram.
Potensi untuk ekspor terbuka lebar karena daerah tujuannya tidak hanya Hong Kong, tetapi juga sejumlah negara lain seperti Singapura.
Yosmeri mengatakan pihaknya akan terus berupaya meningkatkan produksi ikan kerapu budi daya itu agar bisa memberikan kesejahteraan kepada para nelayan.
Pihaknya juga terus mendukung upaya peningkatan kesejahteraan nelayan budi daya, salah satunya dengan memberi akses ke dunia perbankan agar nelayan memiliki dukungan modal yang cukup.
Vice President Head of Network Service PT BNI Tbk, Padang Region Office, Iwan Affandi menyebut selama ini KUR lebih difokuskan pada bidang pertanian dan pedagangan. Ke depan seiring berkembangnya budi daya ikan kerapu, pihaknya pun mulai melirik nelayan yang membudidaya ikan kerapu untuk ekspor.
“Apalagi komoditas itu sudah diekspor ke luar negeri sehingga potensinya besar,” katanya.
Oleh karena itu pihaknya bersama OJK serta Dinas Kelautan Perikanan Sumatera Barat akan membahas lebih detail bentuk dukungan permodalan untuk pembudidaya ikan kerapu, agar diketahui berapa kebutuhan modal untuk mengembangkan budi daya tersebut. Bahkan pihaknya berencana memberikan pendampingan manajemen pengelolaan keuangan.
“Nanti kami diskusikan dengan pihak terkait, pola seperti apa yang cocok untuk budi daya ikan kerapu ekspor. Sebab jika memakai sistim biasa seperti bidang pertanian tidak cocok. Mengingat masa panen ikan kerapu mulai dari 8 bulan hingga 1,5 tahun,” ujarnya.
Pihaknya ingin melihat selama masa pemeliharaan apakah petani sanggup membayar angsuran ke bank. Kemudian, pihaknya juga akan membicarakan tentang masa panen petani budi daya ikan kerapu agar jangan serentak.
“Jadi diharapkan setiap bulan itu ada panen. Diaturlah masa pemeliharaan oleh petani jangan serentak semua. Harapannya, agar petani tidak kesulitan dalam membayar angsuran tiap bulan,” katanya.
Baca juga: Permintaan ikan kerapu asal Kota Lhokseumawe tinggi untuk pasar ekspor
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: