Kontribusi aset keuangan syariah capai 8,71 persen pada Juli 2019
15 Oktober 2019 11:26 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen saat pembukaan Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019 di Yogyakarta, Selasa (15/10/2019). ANTARA/HO-Humas OJK.
Jakarta (ANTARA) - Total aset keuangan syariah Indonesia, tidak termasuk saham syariah, per Juli 2019 telah mencapai Rp1.359 triliun dan telah berkontribusi sebesar 8,71 persen dari total aset industri keuangan nasional.
"Dari total aset industri keuangan syariah tersebut, pasar modal syariah berkontribusi paling besar yaitu sebesar 56,2 persen, disusul perbankan syariah sebesar 36,3 persen, dan industri keuangan non-bank syariah sebesar 7,5 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen saat pembukaan Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019 di Yogyakarta, Selasa.
Hoesen menjelaskan sektor perbankan yang lebih awal berkembang kini memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 165 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (RBPRS). Total aset perbankan syariah per Juli 2019 telah mencapai Rp494,04 triliun atau 5,87 persen dari total aset perbankan Indonesia.
Untuk sektor pasar modal syariah, per 20 September 2019, jumlah saham syariah mencapai 425 saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp3.834 triliun atau sebesar 53,6 persen dari seluruh saham yang tercatat di pasar modal.
Sementara itu jumlah outstanding Sukuk korporasi dan sukuk negara telah mencapai 211 sukuk dengan nilai Rp737,49 triliun atau sebesar 14,89 persen dari total nilai outstanding surat utang korporasi dan negara.
Selain itu, saat ini terdapat 266 Reksa Dana Syariah dengan total Nilai Aktiva Bersih mencapai Rp55,99 triliun atau 10,16 persen dari total NAB Reksa Dana.
Adapun untuk industri keuangan non-bank, per Juli 2019 terdapat 200 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan prinsip syariah baik berbentuk full fledge maupun unit usaha syariah baik itu perusahaan asuransi dan reasuransi syariah, lembaga pembiayaan syariah, modal ventura syariah, penjaminan syariah, pergadaian syariah, lembaga mikro syariah maupun financial technology (fintech) syariah.
"Total aset di industri keuangan non-bank syariah mencapai Rp101,87 triliun atau 4,27 persen dari total aset di industri keuangan non-bank Indonesia," kata Hoesen.
Dalam kesempatan itu Hoesen mengatakan OJK mencatat dalam dua dekade terakhir pengembangan industri jasa keuangan syariah nasional telah mengalami banyak capaian dan kemajuan dari aspek kelembagaan, infrastruktur penunjang, regulasi dan sistem pengawasan, serta awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.
Untuk itu, katanya, guna mendukung pengembangan industri keuangan syariah yang semakin kompleks ke depan, perlu terus dilakukan terobosan yang dapat mendorong pertumbuhan keuangan syariah lebih cepat, stabil, efisien, dan berdaya saing, sehingga dapat berkontribusi optimal dan memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.
Baca juga: Sri Mulyani dianugerahi gelar tokoh pemajuan ekonomi syariah
"Dari total aset industri keuangan syariah tersebut, pasar modal syariah berkontribusi paling besar yaitu sebesar 56,2 persen, disusul perbankan syariah sebesar 36,3 persen, dan industri keuangan non-bank syariah sebesar 7,5 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen saat pembukaan Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019 di Yogyakarta, Selasa.
Hoesen menjelaskan sektor perbankan yang lebih awal berkembang kini memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 165 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (RBPRS). Total aset perbankan syariah per Juli 2019 telah mencapai Rp494,04 triliun atau 5,87 persen dari total aset perbankan Indonesia.
Untuk sektor pasar modal syariah, per 20 September 2019, jumlah saham syariah mencapai 425 saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp3.834 triliun atau sebesar 53,6 persen dari seluruh saham yang tercatat di pasar modal.
Sementara itu jumlah outstanding Sukuk korporasi dan sukuk negara telah mencapai 211 sukuk dengan nilai Rp737,49 triliun atau sebesar 14,89 persen dari total nilai outstanding surat utang korporasi dan negara.
Selain itu, saat ini terdapat 266 Reksa Dana Syariah dengan total Nilai Aktiva Bersih mencapai Rp55,99 triliun atau 10,16 persen dari total NAB Reksa Dana.
Adapun untuk industri keuangan non-bank, per Juli 2019 terdapat 200 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan prinsip syariah baik berbentuk full fledge maupun unit usaha syariah baik itu perusahaan asuransi dan reasuransi syariah, lembaga pembiayaan syariah, modal ventura syariah, penjaminan syariah, pergadaian syariah, lembaga mikro syariah maupun financial technology (fintech) syariah.
"Total aset di industri keuangan non-bank syariah mencapai Rp101,87 triliun atau 4,27 persen dari total aset di industri keuangan non-bank Indonesia," kata Hoesen.
Dalam kesempatan itu Hoesen mengatakan OJK mencatat dalam dua dekade terakhir pengembangan industri jasa keuangan syariah nasional telah mengalami banyak capaian dan kemajuan dari aspek kelembagaan, infrastruktur penunjang, regulasi dan sistem pengawasan, serta awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.
Untuk itu, katanya, guna mendukung pengembangan industri keuangan syariah yang semakin kompleks ke depan, perlu terus dilakukan terobosan yang dapat mendorong pertumbuhan keuangan syariah lebih cepat, stabil, efisien, dan berdaya saing, sehingga dapat berkontribusi optimal dan memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.
Baca juga: Sri Mulyani dianugerahi gelar tokoh pemajuan ekonomi syariah
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: