Kompolnas dinilai pasif meski penanganan demo timbulkan korban lagi
15 Oktober 2019 00:43 WIB
Foto Dok - Massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Emak-Emak Indonesia melakukan tabur bunga di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (13/10/2019). Dalam aksi tersebut mereka memprotes sikap represif aparat dalam penanganan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dan pelajar pada 23-30 September 2019. ANTARA/Livia Kristianti/am.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) disoroti lantaran dinilai pasif saat penanganan unjuk rasa mahasiswa dan siswa oleh aparat kepolisian menimbulkan korban jiwa lagi di beberapa daerah, padahal sebelumnya juga terjadi pada Aksi 21-23 Mei 2019.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan semestinya saat prosedur operasional standar tidak ditaati kepolisian atau terdapat dugaan penggunaan kekuatan berlebihan, Kompolnas bersuara memberi masukan dan mencari fakta.
"Ini tidak terlihat tindakan itu dilakukan, kesannya hanya diam saja menunggu laporan masuk. Kalau kaya gitu ya lebih baik tidak ada Kompolnas menurut saya," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani di Jakarta, Senin.
Baca juga: Kompolnas pertanyakan kesiapan polisi tangani demonstrasi
Berulangnya penanganan unjuk rasa yang menimbulkan korban jiwa disebutnya teguran keras bagi Kompolnas yang memiliki fungsi melakukan pengawasan terhadap kepolisian, selain memberikan masukan kebijakan.
Yati mengatakan apa pun latar belakang politik di balik suatu peristiwa, Kompolnas harus melihat dengan tegak lurus.
"Atau jangan sampai dibalik jadi jubir Polri, kemudian apa artinya lembaga independen, lembaga eksternal kalau tidak merespon tindakan kepolisian," ujar Yati.
Baca juga: Kompolnas: Polisi bersenjata perlu jalani tes berkala
Ada pun korban jiwa dalam demo pelajar, Alamsyah Akbar (19) meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, pada Kamis (10/10) setelah koma beberapa hari dengan luka-luka di kepala.
Dalam unjuk rasa mahasiswa di Kendari, dua orang mahasiswa Universitas Halu Oleo, yakni La Randi (20) dan Muh Yusuf Kardawi (19) tewas tertembak. Enam personel polisi diketahui membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa pada 26 September 2019.
Sementara dalam aksi 21-23 Mei 2019, sebanyak sembilan orang menjadi korban jiwa, empat di antaranya dipastikan Polri karena peluru tajam. Namun, hingga kini pelaku penembakan belum terungkap.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan semestinya saat prosedur operasional standar tidak ditaati kepolisian atau terdapat dugaan penggunaan kekuatan berlebihan, Kompolnas bersuara memberi masukan dan mencari fakta.
"Ini tidak terlihat tindakan itu dilakukan, kesannya hanya diam saja menunggu laporan masuk. Kalau kaya gitu ya lebih baik tidak ada Kompolnas menurut saya," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani di Jakarta, Senin.
Baca juga: Kompolnas pertanyakan kesiapan polisi tangani demonstrasi
Berulangnya penanganan unjuk rasa yang menimbulkan korban jiwa disebutnya teguran keras bagi Kompolnas yang memiliki fungsi melakukan pengawasan terhadap kepolisian, selain memberikan masukan kebijakan.
Yati mengatakan apa pun latar belakang politik di balik suatu peristiwa, Kompolnas harus melihat dengan tegak lurus.
"Atau jangan sampai dibalik jadi jubir Polri, kemudian apa artinya lembaga independen, lembaga eksternal kalau tidak merespon tindakan kepolisian," ujar Yati.
Baca juga: Kompolnas: Polisi bersenjata perlu jalani tes berkala
Ada pun korban jiwa dalam demo pelajar, Alamsyah Akbar (19) meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, pada Kamis (10/10) setelah koma beberapa hari dengan luka-luka di kepala.
Dalam unjuk rasa mahasiswa di Kendari, dua orang mahasiswa Universitas Halu Oleo, yakni La Randi (20) dan Muh Yusuf Kardawi (19) tewas tertembak. Enam personel polisi diketahui membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa pada 26 September 2019.
Sementara dalam aksi 21-23 Mei 2019, sebanyak sembilan orang menjadi korban jiwa, empat di antaranya dipastikan Polri karena peluru tajam. Namun, hingga kini pelaku penembakan belum terungkap.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: