Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan mengenai perdamaian merupakan salah satu solusi vital dan menjanjikan untuk menyelesaikan sengketa di Thailand selatan, yang terjadi lebih dari 100 tahun terakhir. "Pendidikan adalah alat penting dan menjanjikan sebagai transformasi dan resolusi sengketa di Thailand selatan," kata cendekiawan dari Universitas Islam Yala, Sukree Langputeh, pada Konferensi Internasional Cendekiawan Muslim (ICIS) III di Jakarta pada Kamis mengenai kemelut Thailand selatan, yang telah meminta ribuan korban jiwa. Menurut dia, agar upaya itu efektif, jenis pendidikan mengenai perdamaian --yang akan diterapkan kepada angkatan muda-- harus menjadi kebijakan nasional, sehingga memperoleh dukungan seluruh lapisan masyarakat. "Itu harus menjadi kebijakan nasional untuk memetakan keperluan paradigma dasar perdamaian daripada menggunakan filsafat sengketa," katanya. Oleh karena itu, tambah dia, pendidikan mengenai perdamaian secara umum hendaknya menjadi pertimbangan semua pihak. "Kami masih memunyai harapan besar bahwa proses efektif pembangunan perdamaian dan menampung kepentingan semua pihak dapat terwujud di Thailand selatan," katanya. Ia juga mengatakan bahwa selama ini, sekalipun sejumlah pakar mengemukakan teorinya mengenai konflik, kekerasan dan perang, masih sedikit program khusus diabdikan secara sistematik dan berkelanjutan untuk mendidik anak-anak, angkatan muda, orangtua dan pemimpin mengenai prinsip perdamaian, sehingga angkatan selanjutnya mengulang kesalahan sama. Disebutkannya bahwa sengketa antara masyarakat Thailand selatan dengan pemerintah telah berlangsung 200-300 tahun, masyarakat Melayu, yang mayoritas di Thailand selatan, menuntut otonomi dari pemerintah Thailand. Sementara itu, Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan, yang kebetulan berasal dari Thailand selatan, mengatakan bahwa permasalahan di Thailand selatan tidak bersumber pada agama, namun kesenjangan pembangunan dan pemerintah Thailand telah menerapkan langkah tertentu untuk menjembatani perbedaan. ICIS III, yang dihadiri sekitar 300 peserta, 200 di antaranya dari dalam negeri, membahas mengenai akar permasalahan sengketa di sejumlah belahan dunia. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, ICIS III --yang diselenggarakan 29 Juli hingga 1 Agustus-- bertujuan membantu menyelesaikan sejumlah sengketa di berbagai belahan dunia melalui diskusi, yang melibatkan pihak bersengketa dan sejumlah cendekiawan muslim. "ICIS tidak berambisi menyelesaikan sengketa itu. Tujuan utamanya ialah kesamaan pandangan, yang selama ini didahului kepentingan, agar Islam bisa menata diri dan tidak masuk ke wilayah sengketa," kata Hasyim. Dalam konferensi itu akan disusun "Pesan Jakarta", yang berisi hasil pertemuan tersebut dan akan dijadikan acuan bagi langkah berikutnya guna menindaklanjuti hasil konferensi tersebut.(*)