Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya melibatkan berbagai pihak salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upayanya mengembalikan aset-aset daerah yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga.

"Kita juga ada koordinasi rutin pengamanan (aset) yang berat-berat itu, seperti Jalan Pemuda 17, Taman Remaja, SDN 1 Ketabang, Pasar Turi dan lainnya. Untuk itu kita minta bantuan KPK," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini seusai menggelar audiensi bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di ruang kerjanya, Senin.

Menurut dia, pihaknya akan terus gencar berupaya mengembalikan aset-aset yang terancam dikuasai pihak ketiga. Bahkan, setiap proses persidangan di pengadilan pihaknya juga membuat laporan kepada KPK dengan tujuan supaya dibantu dalam pengawasan proses jalannya sidang tersebut.

Hasilnya, lanjut dia, sejak tahun 2016-2019, satu persatu aset Pemkot Surabaya berhasil direbut. Beberapa aset yang nilainya cukup besar dan sudah berhasil kembali ke tangan pemkot adalah Gedung Gelora Pancasila di Jalan Indra Giri, Kolam Renang Brantas di Jalan Irian Barat, Jalan Kenari dan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP).

Baca juga: Sekolah-sekolah di Surabaya siap masukkan pendidikan antikorupsi

Baca juga: KPK tekankan pentingnya kurikulum antikorupsi masuk sekolah-sekolah

Baca juga: KPK "roadshow" bus antikorupsi di Surabaya


Sedangkan, aset Pemkot Surabaya yang akan dibantu oleh KPK terdapat di empat lokasi yakni pertama di Jalan Pemuda No. 17 Surabaya yang luasannya 3.713 meter persegi, dengan nilai Rp11.510.300.300.

Kedua, aset tanah dan bangunan di SDN Ketabang I/288 Surabaya (hasil penggabungan SDN Ketabang I dan II) yang terletak di Jalan Ambengan 29 Surabaya, yang terdiri dari tanah seluas 2.464 meter persegi, senilai Rp12.320.000.000 dan bangunan senilai Rp852.504.500

Ketiga, aset tanah di Jalan Kusuma Bangsa No. 114 Surabaya, yang dahulu digunakan untuk Taman Remaja Surabaya, seluas 17.080 meter persegi, dengan nilai Rp139.116.600.000. Sedangkan keempat, aset tanah di Jalan Pasar Turi Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, seluas 27.519 meter persegi yang digunakan dalam Kerjasama Bangun Guna Serah pembangunan Pasar Turi, dengan nilai Rp76.475.301.000.

Selain meminta bantuan ke KPK, lanjut Risma, pihaknya juga mengirim surat ke beberapa instansi terkait salah satunya adalah Komisi Yudisial. Hal ini untuk memastikan supaya proses persidangan itu bisa berjalan lancar, netral dan tidak merugikan semua pihak.

"Saya selalu buat surat kemana-mana ketika persidangan, bukan hanya KPK untuk bantu pengawasan tadi," katanya.

Kendati demikian, Wali Kota Risma berharap, dengan dilibatkannya KPK, kepolisian, kejaksaan dan Komisi Yudisial dalam upaya pengembalian aset itu, hasilnya bisa sesuai dengan yang diharapkan. "Harapan saya ini (aset) bisa kembali, karena ini aset warga Surabaya," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, permasalahan aset yang dimiliki Pemkot Surabaya ini bermacam-macam. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya memastikan akan coba menyelesaikan dengan solusi yang terbaik untuk semua pihak.

Namun, kata dia, yang terpenting adalah bagaimana seluruh aset yang dimiliki Pemkot Surabaya bisa terdata dan tersertifikasi. "Jadi pembenahan aset ini misalnya semua tanah-tanah supaya dibuatkan sertifikasinya, kita juga kerja sama dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional)," kata Basaria.

Ia menilai bahwa saat ini permasalahan aset yang dimiliki Pemkot Surabaya telah ditangani oleh berbagai pihak, mulai kepolisian hingga kejaksaan. Namun demikian, ia memastikan bahwa upaya pembenahan aset yang dilakukan KPK itu tidak hanya di Surabaya, tapi di seluruh pemerintah daerah.

"Kita dalam rangka pembenahan aset ini bukan hanya di sini (Surabaya) saja. Tapi di seluruh pemerintah daerah," katanya.

Namun, kata dia, apabila dalam proses pembenahan aset itu terjadi sengketa, pihaknya memastikan akan mencarikan solusi terbaik agar proses persidangan itu berjalan netral dan tidak merugikan kedua pihak.

Bahkan, ia juga memastikan akan mengawal proses hukum tersebut, baik itu di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan BPN. "Termasuk mengawal proses hukum. Jadi tim Koordinator Supervisi (KPK) kita datang ke kejaksaan, polisi, dan pihak pertanahan BPN," katanya.