Kepala Bappenas paparkan manfaat pembiayaan infrastruktur tanpa utang
14 Oktober 2019 16:33 WIB
Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro (dua dari kiri), Kepala BKPM Thomas Lembong (tiga dari kanan) usai menyaksikan penandatanganan perjanjian pendahuluan di kantornya di Jakarta, Senin (14/10/2019) (Antara News/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA) yang memfasilitasi pembiayaan infrastruktur tanpa utang dan tidak membebani APBN mencapai Rp29,3 triliun dengan melibatkan BUMN dan BUMD serta pihak swasta dalam dan luar negeri.
"Kita harus ubah mindset (pola pikir) bahwa membangun infrastruktur tidak hanya (melalui) belanja APBN, tidak hanya pembiayaan utang, tapi bisa dalam bentuk investasi oleh non-pemerintah," kata Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro di kantornya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pembiayaan inovatif diperlukan karena anggaran APBN terbatas dan hanya akan dialokasikan untuk infrastruktur dasar yang tidak menarik bagi investor di antaranya sanitasi, jalan perkotaan, jembatan, hingga pelabuhan perintis.
Menteri PPN menjelaskan total dana sebesar Rp29,3 triliun itu diteken dalam penandatanganan perjanjian pendahuluan atau perjanjian tahap akhir sebelum mencapai final.
Penandatanganan itu melibatkan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan PT China Communications Construction Indonesia (CCCI), penanam modal asing (PMA) dari Tiongkok.
Selain itu, BUMN PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan BUMD dari Jawa Barat yakni PT Jasa Sarana dengan PT ICDX Logistik Berikat (ILB) yang merupakan swasta dalam negeri.
Menteri PPN menjelaskan Jasa Marga dan CCCI melakukan pendanaan dalam bentuk investasi atau saham langsung (direct equity financing) sebesar Rp23,3 triliun.
"Equity bukan utang tapi penyertaan saham sehingga juga tidak membebani perusahaan Indonesia," kata Bambang Brodjonegoro.
Anggaran tersebut, lanjut dia, digunakan untuk membiayai proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi sepanjang hampir 173 kilometer, salah satu ruas tol terpanjang TransJawa.
Jasa Marga, kata dia, memegang mayoritas proyek tol tersebut sehingga ketika ada keuntungan, maka dividen akan dibagi hasilnya.
"Tapi yang penting Jasa Marga tidak harus mengeluarkan seluruh kemampuan keuangan untuk membiayai proyek itu sendirian, tapi dapat partner," ujar Bambang Brodjonegoro.
Sedangkan, Wijaya Karya meneken perjanjian dengan ILB dengan nilai Rp5 triliun dan Jasa Sarana sebesar Rp1 triliun melalui skema customized supply chain financing dengan ILB.
Customized supply chain financing, kata dia, merupakan inovasi skema keuangan terbaru dari PINA untuk pembiayaan pengadaan material konstruksi.
Penandatanganan perjanjian pendahuluan itu juga disaksikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong dan sejumlah pejabat dari Kementerian PUPR dan BUMN.
PINA merupakan unit di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang dibentuk tahun 2017 dan berfungsi menghasilkan pembiayaan kreatif.
Hingga akhir 2018, PINA membukukan financial close sebesar Rp47 triliun mencakup 11 proyek tol, energi terbarukan, perkebunan, serat optik dan bandara.
"Kita harus ubah mindset (pola pikir) bahwa membangun infrastruktur tidak hanya (melalui) belanja APBN, tidak hanya pembiayaan utang, tapi bisa dalam bentuk investasi oleh non-pemerintah," kata Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro di kantornya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pembiayaan inovatif diperlukan karena anggaran APBN terbatas dan hanya akan dialokasikan untuk infrastruktur dasar yang tidak menarik bagi investor di antaranya sanitasi, jalan perkotaan, jembatan, hingga pelabuhan perintis.
Menteri PPN menjelaskan total dana sebesar Rp29,3 triliun itu diteken dalam penandatanganan perjanjian pendahuluan atau perjanjian tahap akhir sebelum mencapai final.
Penandatanganan itu melibatkan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan PT China Communications Construction Indonesia (CCCI), penanam modal asing (PMA) dari Tiongkok.
Selain itu, BUMN PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan BUMD dari Jawa Barat yakni PT Jasa Sarana dengan PT ICDX Logistik Berikat (ILB) yang merupakan swasta dalam negeri.
Menteri PPN menjelaskan Jasa Marga dan CCCI melakukan pendanaan dalam bentuk investasi atau saham langsung (direct equity financing) sebesar Rp23,3 triliun.
"Equity bukan utang tapi penyertaan saham sehingga juga tidak membebani perusahaan Indonesia," kata Bambang Brodjonegoro.
Anggaran tersebut, lanjut dia, digunakan untuk membiayai proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi sepanjang hampir 173 kilometer, salah satu ruas tol terpanjang TransJawa.
Jasa Marga, kata dia, memegang mayoritas proyek tol tersebut sehingga ketika ada keuntungan, maka dividen akan dibagi hasilnya.
"Tapi yang penting Jasa Marga tidak harus mengeluarkan seluruh kemampuan keuangan untuk membiayai proyek itu sendirian, tapi dapat partner," ujar Bambang Brodjonegoro.
Sedangkan, Wijaya Karya meneken perjanjian dengan ILB dengan nilai Rp5 triliun dan Jasa Sarana sebesar Rp1 triliun melalui skema customized supply chain financing dengan ILB.
Customized supply chain financing, kata dia, merupakan inovasi skema keuangan terbaru dari PINA untuk pembiayaan pengadaan material konstruksi.
Penandatanganan perjanjian pendahuluan itu juga disaksikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong dan sejumlah pejabat dari Kementerian PUPR dan BUMN.
PINA merupakan unit di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang dibentuk tahun 2017 dan berfungsi menghasilkan pembiayaan kreatif.
Hingga akhir 2018, PINA membukukan financial close sebesar Rp47 triliun mencakup 11 proyek tol, energi terbarukan, perkebunan, serat optik dan bandara.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: