Jakarta (ANTARA) - Komisi Hak Asasi Manusia Antarnegara ASEAN (AICHR) mendesak seluruh negara anggota untuk menerapkan perjanjian ASEAN tentang polusi kabut asap lintas batas, yang telah disepakati pada tahun 2002, secara penuh dan efektif.

Dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, empat orang perwakilan AICHR, yakni dari Malaysia, Myanmar, Singapura dan Thailand, menyebut kualitas udara buruk membawa dampak tak hanya bagi negara-negara tertentu, namun bagi kawasan.

Pernyataan itu menyebut bahwa selama bertahun-tahun, kabut asap telah berdampak pada kualitas udara di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan sebagian dari Thailand dan Filipina. Tahun lalu, kualitas udara yang buruk di sub-kawasan Mekong juga berdampak pada Myanmar, Laos, Vietnam dan Thailand.

“Polusi udara juga berdampak pada serangkaian hak asasi manusia yang dilindungi dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN 2012,” kata pernyataan tersebut.

Hak-hak dasar yang disebutkan dalam deklarasi itu termasuk hak untuk hidup dan hak untuk standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai, serta standar hidup yang memadai, yang mencakup hak untuk lingkungan yang aman, bersih dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, para perwakilan AICHR mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk menerapkan Perjanjian ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas-Batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution /AATHP) yang ditandatangani pada tahun 2002 lalu, sebagai respon dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 1997 hingga 1998.

“Meski objektif perjanjian tersebut adalah untuk memonitor dan mencegah polusi udara melalui kerja sama nasional, regional, dan internasional, permasalahan kabut asap masih terus berlangsung,” demikian tertulis dalam pernyataan tersebut.

Selain mendesak penerapan AATHP, AICHR juga mendorong peninjauan kembali terhadap Roadmap on ASEAN Cooperation towards Transboundary Haze Pollution Control with Means of Implementation yang bertujuan menghilangkan kabut asap di kawasan pada tahun 2020, serta kerja sama yang lebih efektif dan berjangka panjang oleh negara-negara ASEAN.

Baca juga: BNPB kerahkan tujuh helikopter bom air karhutla Sumsel
Baca juga: Selama musim asap, 476 penerbangan di Palembang tertunda
Baca juga: Komnas HAM: Perubahan iklim akan jadi masalah HAM di masa depan