Jakarta (ANTARA) - Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Afghanistan pada Januari 2018 disebut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebagai komitmen nyata Indonesia untuk memajukan perdamaian.

Presiden Jokowi mengunjungi Kabul hanya beberapa hari setelah Ibu Kota Afghanistan itu diguncang bom mobil dengan menggunakan ambulans sehingga menewaskan lebih dari seratus orang. Hanya beberapa jam sebelum Presiden Jokowi tiba di Kabul, serangkaian ledakan kembali terjadi di kota itu.

Merespons situasi keamanan di Afghanistan yang penuh risiko, menurut Menlu Retno, Presiden Jokowi tetap tenang kemudian dan menyatakan akan terus melanjutkan agenda kunjungannya.

“Komitmen beliau (Presiden Jokowi) untuk melakukan sesuatu tidak pernah separuh-separuh,” kata Menlu Retno dalam sesi wawancara khusus dengan ANTARA di Kemlu, Jakarta, Senin.

Bahkan, Presiden Jokowi --yang kedatangannya di Kabul disambut guyuran hujan salju dalam suhu udara hampir 1 derajat Celcius itu-- menolak menggunakan rompi anti peluru yang disiapkan oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) untuk keamanan dirinya.

Tekad dan komitmen Presiden Jokowi itulah yang disebut Menlu Retno telah meninggalkan kesan berarti bagi pemerintah Afghanistan, yang dipimpin Presiden Ashraf Ghani.

“Karena mereka melihat bahwa di tengah situasi sulit dan ancaman keamanan yang berat, Presiden RI tetap memutuskan untuk berkunjung, memberikan dukungan, dan berkomitmen untuk berkontribusi bagi perdamaian di Afghanistan,” tutur Menlu.

Selain itu, kunjungan Presiden Jokowi selama enam jam di Kabul disebut Menlu Retno juga membantu melancarkan akses komunikasi baik dengan pemerintah Afghanistan, juga dengan pihak Taliban.

“Komunikasi ini diperlukan karena kita ingin melihat Afghanistan yang sudah didera konflik selama lebih dari 40 tahun mudah-mudahan diberi kesempatan untuk menikmati hidup secara damai,” tutur Menlu Retno.

Baca juga: Presiden Jokowi punya alasan khusus untuk tetap ke Afghanistan

Baca juga: Presiden: Pembangunan ekonomi topang perdamaian