Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan puncak harga minyak dunia telah terlewati, yaitu pada kisaran 146 dolar AS. Pada semester kedua 2008 harga minyak diperkirakan bakal berada pada kisaran 120-130 dolar AS, kecuali Israel melakukan perang terbuka dengan Iran sehingga menciptakan krisis internasional di Timur Tengah, kata Direktur Perencanaan Makro Kemeneg PPN/Kepala Bappenas, Bambang Prijambodo di Jakarta, Rabu. "Yang belum adalah apabila terjadi konflik atau pecah perang terbuka antara Israel dengan Iran. Itu yang akan mendongkrak harga hingga ke atas 150 dolar AS per barel, bahkan bisa mencapai 200 dolar AS," katanya. Dia mengungkapkan, puncak harga minyak dunia memang telah terlewati, namun harga minyak dunia tidak akan turun tajam hingga ke level di bawah 120 dolar AS per barel, mengingat faktor pendorong kenaikan harga minyak yang melunak hanyalah faktor non-ekonomi. Faktor fundamental, yaitu ketidakmampuan pasokan memenuhi permintaan, masih akan tetap ketat. Bambang kemudian menyebutkan, isu serangan Israel terhadap Iran yang belum terbukti dan badai di Teluk Meksiko yang tidak seburuk perkiraan sebagai faktor non-ekonomi yang melunak. Permintaan minyak dunia, katanya, bakal tetap tinggi hingga akhir tahun, yaitu dari negara-negara dunia yang rata-rata mencapai 0,9 juta barel per hari, bahkan kenaikan permintaan dari negara berkembang di luar Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), terutama Cina dan India naik 1,3 juta barel per hari. "Tetapi dari sisi produksi belum ada perbaikan atau peningkatan produksi dari negara non OPEC. Padahal `spare capacity` yang dimiliki OPEC untuk meredam harga juga cukup rendah, hanya 1,6 juta barel per hari, dan sebagian besar berada di Arab Saudi," katanya. Dia juga menyampaikan, rata-rata harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) pada Juni merupakan 1,4 kali lipat dari harga minyak serupa tiga dekade lalu. "Karena kenaikannya yang tajam, dia mempunyai potensi untuk turun secara cepat dan tajam, namun itu tergantung pada pasar lain yang menjadi tumpuan seperti pasar saham global," katanya. Pasar saham global yang belum pulih, katanya, akan tetap memaksa likuiditas global yang berlebih saat ini mencari instrumen lindung nilai pada pasar komoditas, terutama minyak mentah.(*)