Warga Desa Adat Kapal Badung ikuti tradisi Perang Ketupat
13 Oktober 2019 19:37 WIB
Sejumlah warga melempar ketupat ke arah warga lainnya dalam tradisi perang ketupat di Desa Kapal, Badung, Bali, Minggu (13/10/2019). ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Badung (ANTARA) - Warga Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, mengikuti tradisi Tabuh Rah Pengangon atau Perang Ketupat.
"Tradisi yang kami lakukan setiap tahun ini bertujuan untuk memohon kemakmuran masyarakat khususnya lahan pertanian," ujar Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana, di Mangupura, Minggu.
Dalam tradisi tersebut, ratusan warga setempat saling melemparkan ketupat ke arah warga yang lain yang sebelumnya diawali dengan penampilan tarian tradisional Bali.
Baca juga: Perang topat simbol kesuburan
Selanjutnya, tradisi dilakukan dengan saling melemparkan ketupat antara kelompok laki-laki yang melempar simbol Purusa dan kelompok wanita yang melempar ketupat dengan simbol Predana atau perempuan.
Selanjutnya, tradisi perang ketupat dilanjutkan oleh ratusan warga yang dilakukan di luar kawasan Pura Desa setempat.
Ketut Sudarsana menjelaskan, tradisi tersebut dilaksanakan setahun sekali yang dilaksanakan pertama kali pada tahun 1339 masehi.
"Melalui tradisi ini kami warga memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Desa Kapal," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa yang menghadiri sekaligus mengikuti prosesi Tradisi perang ketupat itu mengatakan, atas nama pemerintah ia menyambut baik pelaksanaan tradisi tersebut.
Menurutnya, tradisi itu sudah didasari atas ajaran agama yang dapat dipakai untuk melestarikan budaya dan tradisi Bali sekaligus meningkatkan ajaran agama dan tradisi yang ada.
Baca juga: Pesta Adat Perang Ketupat Tempilang Bangka Barat Diminati Warga
"Agama dan tradisi itu yang harus terus dijaga salah satunya dengan aturan-aturan yang berlaku di adat," ujar Wabup Suiasa.
Ia mengatakan, pelaksanaan tradisi tersebut memiliki sejumlah tujuan. Diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, sebagai simbol kekuatan dan keempat adalah wujud dari persatuan.
Pada kesempatan tersebut Wabup Ketut Suiasa juga menyerahkan bantuan dana sebesar Rp100 juta untuk mendukung kegiatan tradisi itu yang diterima oleh Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana.
Baca juga: Perang Ketupat Getarkan Penonton PKB
"Tradisi yang kami lakukan setiap tahun ini bertujuan untuk memohon kemakmuran masyarakat khususnya lahan pertanian," ujar Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana, di Mangupura, Minggu.
Dalam tradisi tersebut, ratusan warga setempat saling melemparkan ketupat ke arah warga yang lain yang sebelumnya diawali dengan penampilan tarian tradisional Bali.
Baca juga: Perang topat simbol kesuburan
Selanjutnya, tradisi dilakukan dengan saling melemparkan ketupat antara kelompok laki-laki yang melempar simbol Purusa dan kelompok wanita yang melempar ketupat dengan simbol Predana atau perempuan.
Selanjutnya, tradisi perang ketupat dilanjutkan oleh ratusan warga yang dilakukan di luar kawasan Pura Desa setempat.
Ketut Sudarsana menjelaskan, tradisi tersebut dilaksanakan setahun sekali yang dilaksanakan pertama kali pada tahun 1339 masehi.
"Melalui tradisi ini kami warga memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Desa Kapal," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa yang menghadiri sekaligus mengikuti prosesi Tradisi perang ketupat itu mengatakan, atas nama pemerintah ia menyambut baik pelaksanaan tradisi tersebut.
Menurutnya, tradisi itu sudah didasari atas ajaran agama yang dapat dipakai untuk melestarikan budaya dan tradisi Bali sekaligus meningkatkan ajaran agama dan tradisi yang ada.
Baca juga: Pesta Adat Perang Ketupat Tempilang Bangka Barat Diminati Warga
"Agama dan tradisi itu yang harus terus dijaga salah satunya dengan aturan-aturan yang berlaku di adat," ujar Wabup Suiasa.
Ia mengatakan, pelaksanaan tradisi tersebut memiliki sejumlah tujuan. Diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, sebagai simbol kekuatan dan keempat adalah wujud dari persatuan.
Pada kesempatan tersebut Wabup Ketut Suiasa juga menyerahkan bantuan dana sebesar Rp100 juta untuk mendukung kegiatan tradisi itu yang diterima oleh Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana.
Baca juga: Perang Ketupat Getarkan Penonton PKB
Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019
Tags: