Trauma bencana sosial lebih dalam dibanding bencana alam
11 Oktober 2019 13:48 WIB
Anak-anak pengungsi korban kerusuhan di Wamena Kabupaten Jayapura Provinsi Papua bermain sebagai bentuk pemulihan trauma yang diberikan tim Layanan Dukungan Psikososial Kementerian Sosial bersama para relawan. ANTARA/Desi Purnamawati
Jakarta (ANTARA) - Trauma akibat bencana sosial seperti kerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua lebih dalam dibandingkan trauma yang disebabkan bencana alam.
"Traumanya lebih dalam bencana sosial. Bencana alam itu mereka sadar itu akibat fenomena alam, ada yang menganggap bencana alam itu hukuman dari tuhan ada yang menganggap teguran dari tuhan," kata Koordinator Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Kementerian Sosial Milly Mildawati di Jakarta, Jumat.
Sementara jika terdampak bencana sosial seperti kerusuhan di Wamena pada 23 September lalu, rumah dan tempat usaha mereka rusak karena manusia dan tanpa tahu alasannya.
"Kalau bencana alam, meski belum aman mereka tetap ingin kembali ke rumahnya, misalnya gunung meletus meski belum aman mereka memaksa untuk pulang ke rumah takut harta bendanya terdampak bencana alam," katanya.
Baca juga: Yayasan sosial WVI bantu trauma healing anak-anak Wamena
Baca juga: Perantau asal Probolinggo masih trauma dengan kerusuhan Wamena
Tapi jika bencana sosial, menurut Milly, mereka akan meninggalkan harta benda karena yang penting mereka aman dan selamat. Pascakerusuhan di Wamena, ribuan warga eksodus meninggalkan kota di pegunungan tengah Papua tersebut karena khawatir dengan kondisi keamanan.
Lebih lanjut Milly mengatakan, sangat wajar jika warga ketakutan karena baru mengalami kejadian traumatis.
Milly bersama tim LDP Kementerian Sosial memberikan layanan untuk memulihkan trauma pascakerusuhan di Wamena.
Berbagai kegiatan dilakukan seperti bermain, bercerita dan bernyanyi untuk anak-anak. Sedangkan untuk orang dewasa, layanan yang diberikan berupa kegiatan percakapan sosial yang bertujuan memberikan ruang komunikasi, mendengarkan keluhan dan harapan mereka.
Baca juga: Keluarga pegawai PLN Wamena dikonseling, pulihkan trauma kerusuhan
Baca juga: Pengungsi enggan kembali ke Wamena karena masih trauma
"Traumanya lebih dalam bencana sosial. Bencana alam itu mereka sadar itu akibat fenomena alam, ada yang menganggap bencana alam itu hukuman dari tuhan ada yang menganggap teguran dari tuhan," kata Koordinator Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Kementerian Sosial Milly Mildawati di Jakarta, Jumat.
Sementara jika terdampak bencana sosial seperti kerusuhan di Wamena pada 23 September lalu, rumah dan tempat usaha mereka rusak karena manusia dan tanpa tahu alasannya.
"Kalau bencana alam, meski belum aman mereka tetap ingin kembali ke rumahnya, misalnya gunung meletus meski belum aman mereka memaksa untuk pulang ke rumah takut harta bendanya terdampak bencana alam," katanya.
Baca juga: Yayasan sosial WVI bantu trauma healing anak-anak Wamena
Baca juga: Perantau asal Probolinggo masih trauma dengan kerusuhan Wamena
Tapi jika bencana sosial, menurut Milly, mereka akan meninggalkan harta benda karena yang penting mereka aman dan selamat. Pascakerusuhan di Wamena, ribuan warga eksodus meninggalkan kota di pegunungan tengah Papua tersebut karena khawatir dengan kondisi keamanan.
Lebih lanjut Milly mengatakan, sangat wajar jika warga ketakutan karena baru mengalami kejadian traumatis.
Milly bersama tim LDP Kementerian Sosial memberikan layanan untuk memulihkan trauma pascakerusuhan di Wamena.
Berbagai kegiatan dilakukan seperti bermain, bercerita dan bernyanyi untuk anak-anak. Sedangkan untuk orang dewasa, layanan yang diberikan berupa kegiatan percakapan sosial yang bertujuan memberikan ruang komunikasi, mendengarkan keluhan dan harapan mereka.
Baca juga: Keluarga pegawai PLN Wamena dikonseling, pulihkan trauma kerusuhan
Baca juga: Pengungsi enggan kembali ke Wamena karena masih trauma
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: