Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk tidak melakukan kunjungan kenegaraan ke benua Eropa sebelum Uni Eropa mencabut larangan terbang terhadap maskapai penerbangan Garuda Indonesia. "Presiden hanya akan ke negara-negara Uni Eropa dengan pesawat Garuda Indonesia," ujar Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal usai melapor perpanjangan larangan terbang dari UE kepada Presiden di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat. Sebelum kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Presiden Yudhoyono pada Mei 2008 berencana untuk melawat ke Eropa. Namun, rencana itu masih ditunda dan belum dijadwalkan kembali. Meski pemerintah kecewa, Menhub mengatakan Presiden memberi pengarahan agar bekerja keras meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan. Menhub menegaskan alasan perpanjangan larangan terbang untuk Garuda Indonesia sebenarnya adalah non teknis, meski pihak UE menyatakan bersifat teknis. Ia juga menyayangkan pendekatan tidak bersahabat dari pihak UE. "Harusnya mereka itu mempercayai badan otoritas penerbangan sipil kita dan membangun kerjasama," ujarnya. Menhub mencontohkan sikap bersahabat ditunjukkan Australia yang sebenarnya memberi perhatian sama dengan UE soal harus ditingkatkannya kemampuan badan otoritas sipil Indonesia. Namun, lanjut Menhub, Australia tidak melarang maskapai penerbangan Garuda untuk terbang ke sana dan justru mengadakan kerjasama teknik guna mendidik inspektur penerbangan Indonesia serta memperbaiki peraturan. "Nah, kenapa hal semacam ini tidak ditempuh oleh UE?," tanyanya. Menurut Menhub, UE tidak menempuh langkah seperti Australia karena UE tidak memiliki personil serta anggara cukup seperti negeri kanguru itu. Menhub berencana segera bertemu Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda guna menyelesaikan permasalahan dalam wilayah politis. Namun, Departemen Perhubungan saat ini lebih fokus untuk memenuhi syarat-syarat teknis keselamatan penerbangan. Menhub mengatakan standar internasional yang diminta dipenuhi oleh UE sebenarnya sudah masuk dalam draf RUU Penerbangan yang saat ini masih tahap pembahasan. Seharusnya, lanjut dia, UE dapat melihat itu sebagai niat baik Indonesia untuk memperbaiki standar keselamatan penerbangan. "Itu yang menyebabkan kita bertanya mengapa UE harus menunda keputusannya hanya karena itu. Lha, ini yang menunjukkan bahwa kita sampai konklusi bahwa sebetulnya UE ini lagi cari-cari alasan," demikian Jusman.(*)