Solo (ANTARA) - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan kesiapannya untuk memenangkan persaingan di tingkat global dengan dukungan dari pemerintah.

"Saat ini sudah saatnya berkolaborasi, bergandengan tangan baik secara organisasi maupun perusahaan, di bawah API maupun sebagai 'stakeholder' dari negara agar bisa memenangkan persaingan di tingkat global," kata Wakil Ketua API Jawa Tengah periode 2016-2019 Lilik Setiawan di Solo, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengatakan untuk bisa memperkuat nilai tawar Indonesia sebagai negara produsen tekstil, minimal pemerintah melalui kementerian terkait bisaa membentuk dirjen khusus pertekstilan.

"Kita kan sekarang cuma Kasubdit, bagaimana bisa berunding dengan kementerian yang lain. Mungkin yang punya perjanjian kerja sama dengan negara lain Kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian. Bahkan, kami sebetulnya ingin ada Kementerian Tekstil," katanya.

Baca juga: Kemenperin targetkan 15 miliar dolar AS dari ekspor produk tekstil

Selain itu, pihaknya menginginkan adanya "safeguard" atau tindakan pengamanan dalam perdagangan internasional untuk menjaga produk dalam negeri.

"Sekarang impor kan mulai kencang dan mulai tidak sehat. 'Safeguard' adalah satu hal yang sangat baik, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban kita kepada WTO (World Trade Organization) karena dengan adanya 'safeguard' ini pasti banyak negara lain yang tidak suka," katanya.

Menurut dia, jika hal itu bisa terpenuhi maka akan lebih baik bagi produksi maupun pasar dalam negeri karena produk asal Indonesia bisa berputar di pasar Indonesia.

Baca juga: Menteri Perdagangan: Pemerintah akan fokus dorong ekspor tekstil

Dikatakannya, Indonesia harus waspada dengan kondisi perekonomian dalam negeri mengingat sudah ada beberapa negara lain yang mengalami resesi ekonomi. Bahkan, sudah di dua kuartal pertama tahun 2019 ini pertumbuhan ekonominya tidak ada bahkan minus.

"Ini yang harus hati-hati, jangan terlena. Kalau Indonesia masih tumbuh positif. Untuk pertumbuhan tekstil di kuartal pertama masih surplus 1 miliar dolar AS, artinya ada pertumbuhan sekitar 1,87 persen secara yoy (tahunan)," katanya.

Bahkan, pihaknya mencatat pada penutupan tahun 2018 pendapatan dari ekspor tekstil sebesar 13 miliar dolar AS atau tumbuh dari 12,58 miliar dolar AS di tahun 2017.

"Pertumbuhan pasar domestik juga menggembirakan, 13 miliar dolar AS juga," katanya.

Baca juga: Indonesia bertekad jadikan industri tekstil lima besar dunia