Jakarta (ANTARA) - Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan DKI Jakarta mengajukan anggaran sekitar Rp12,6 miliar dalam APBD 2020 untuk pengadaan perangkat lunak, namun alokasi terbesar bukanlah untuk antivirus.

"Dana Rp12 miliar itu kesannya hanya antivirus saja, tapi ada tiga kegiatan. Pertama antivirus, kedua Microsoft Office dan database Oracle. Dan yang terbesar bukan antivirus," kata Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan Muhammad Nurrahman di Balai Kota Jakarta, Rabu.

Nurrahman menyebutkan pemakaian anggaran terbesar perangkat lunak tersebut adalah untuk membeli database Oracle yang nilainya mencapai Rp7 miliar.

Oracle dipilih oleh Pemprov DKI Jakarta lantaran pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri) juga menggunakan layanan database dari perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu.

Dana Rp7 miliar yang dibayarkan untuk membeli lisensi database Oracle ini hanya dilalukan sekali. Selanjutnya, Pemprov DKI membayar 15 persen dari harga pembelian awal untuk mendapat upgrade software terbaru setiap tahunnya.

Baca juga: PSI pertanyakan Rp12 miliar lisensi software-antivirus 2020 DKI
Baca juga: Anies coret anggaran pengadaan lift rumah dinas


Pembelian terbesar selanjutnya adalah lisensi Microsoft Office dengan alokasi dana mencapai Rp4 miliar yang akan disebarkan untuk 276 kelurahan, 44 kecamatan dan enam Suku Dinas (Sudin) serta di SKPD Dukcapil.

Sementara untuk pembelian antivirus, Pemprov DKI Jakarta hanya membutuhkan anggaran Rp384 juta untuk waktu satu tahun.

"Jadi sebenarnya nilai Rp12 miliar itu yang terbesar adalah pengadaan database Oracle hampir Rp7 miliar, kalau antivirus Rp384 juta untuk satu tahun dan untuk Microsoft Office Rp4 miliar. Dan itu hanya 2020," kata dia.

Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengritik usulan anggaran penyediaan lisensi perangkat lunak dan antivirus dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta.

Anggaran pengadaan perangkat lunak dan antivirus sebesar Rp12.917.776.000 ini diusulkan dalam draf pembahasan KUA-PPAS 2020 oleh Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi DKI Jakarta.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI William Aditya Sarana menilai, anggaran belasan miliar ini tidak masuk akal. "Kalau kita pakai akal sehat kan ini enggak masuk akal sebenarnya," katanya, Jumat (4/10).

Untuk itu, William berencana meminta penjelasan soal anggaran Rp12 miliar lebih untuk pengadaan perangkat lunak dan antivirus ini dalam rapat komisi. Apalagi pada tahun-tahun sebelumnya Pemprov DKI hanya melakukan sewa.

"Sebenarnya dari 2016-2018 kita sewa, cuma Rp100 juta sampai Rp 200 juta saja. Tapi sekarang mau beli sekira Rp12 miliar, ini nilainya jauh," katanya.

"Nanti saat rapat komisi kita perjelas Rp12 miliar ini untuk apa saja, kenapa harus beli dari pada sewa. Ini harus dipertanggungjawabkan karena kan kita mau menyelamatkan uang rakyat yang selama ini dianggap pemborosan," ujarnya.