Menag minta para pakar falak munculkan konsensus penanggalan Hijriah
9 Oktober 2019 19:42 WIB
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membuka Pertemuan Pakar Falak Majelis Agama Islam Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) bertema "Perkembangan Visibilitas Hilal dalam Perspektif Sains dan Fikih" di Yogyakarta, Rabu. ( ANTARA/Luqman Hakim)
Yogyakarta (ANTARA) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta para pakar ilmu falak memunculkan konsensus penanggalan Islam atau Hijriah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal itu disampaikan Menteri Lukman seusai membuka Pertemuan Pakar Falak Majelis Agama Islam Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) bertema "Perkembangan Visibilitas Hilal dalam Perspektif Sains dan Fikih" di Yogyakarta, Rabu.
"Harapan saya selaku menteri agama tentu adalah adanya kesepakatan kesamaan cara pandang (ahli ilmu falak) sehingga bisa terbangun konsensus yang hasilnya demi kemaslahatan bersama," kata Menag.
Menurut Lukman, para pakar ilmu falak (ilmu perbintangan) perlu segera menyamakan persepsi untuk merespons berkembangnya teknologi untuk membantu menentukan posisi hilal.
Jika dahulu hilal dilihat dengan mata telanjang tanpa alat, menurut dia, saat ini banyak bermunculan alat yang dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan melihat hilal.
Baca juga: Menteri Agama terbitkan aturan baru untuk kuatkan riset keagamaan
Baca juga: Menag: Tingkatkan kualitas pelayanan haji nonfisik
"Sehingga hilal yang oleh mata telanjang tidak bisa dilihat tapi dengan bantuan alat menjadi bisa terlihat," kata dia.
Terus berkembangnya teknologi itu, menurut Menag, akan mempengaruhi mekanisme penanggalan yang berkaitan dengan peribadatan Umat Islam seperti penentuan awal Bulan Ramadhan serta Dzulhijjah.
"Kita tahu banyak sekali alat-alat yang diciptakan dalam membantu para ahli untuk menentukan tanggal. Seiring perkembangan alat-alat itu bagaimana hukum fikih merespons," kata Lukman.
Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin menjelaskan bahwa Pertemuan Pakar Falak Majelis Agama Islam Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) itu memiliki dua dimensi yakni dimensi syariah dan dimensi astronomi.
Dimensi syariah, kata dia, menunjuk pada suatu ibadah, yang merujuk pada Al-Quran, hadits dan ijtihad ulama. "Sementara dimensi astronomi merujuk pada ilmu pengetahuan astronomi itu sendiri," kata Amin.
Para peserta yang berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura terdiri atas akademisi dan pakar ilmu falak yang berasal dari ormas Islam, BMKG, LAPAN, Bosscha ITB dan planetarium Jakarta serta Asosiasi Dosen Falak UIN.
Hal itu disampaikan Menteri Lukman seusai membuka Pertemuan Pakar Falak Majelis Agama Islam Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) bertema "Perkembangan Visibilitas Hilal dalam Perspektif Sains dan Fikih" di Yogyakarta, Rabu.
"Harapan saya selaku menteri agama tentu adalah adanya kesepakatan kesamaan cara pandang (ahli ilmu falak) sehingga bisa terbangun konsensus yang hasilnya demi kemaslahatan bersama," kata Menag.
Menurut Lukman, para pakar ilmu falak (ilmu perbintangan) perlu segera menyamakan persepsi untuk merespons berkembangnya teknologi untuk membantu menentukan posisi hilal.
Jika dahulu hilal dilihat dengan mata telanjang tanpa alat, menurut dia, saat ini banyak bermunculan alat yang dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan melihat hilal.
Baca juga: Menteri Agama terbitkan aturan baru untuk kuatkan riset keagamaan
Baca juga: Menag: Tingkatkan kualitas pelayanan haji nonfisik
"Sehingga hilal yang oleh mata telanjang tidak bisa dilihat tapi dengan bantuan alat menjadi bisa terlihat," kata dia.
Terus berkembangnya teknologi itu, menurut Menag, akan mempengaruhi mekanisme penanggalan yang berkaitan dengan peribadatan Umat Islam seperti penentuan awal Bulan Ramadhan serta Dzulhijjah.
"Kita tahu banyak sekali alat-alat yang diciptakan dalam membantu para ahli untuk menentukan tanggal. Seiring perkembangan alat-alat itu bagaimana hukum fikih merespons," kata Lukman.
Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin menjelaskan bahwa Pertemuan Pakar Falak Majelis Agama Islam Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) itu memiliki dua dimensi yakni dimensi syariah dan dimensi astronomi.
Dimensi syariah, kata dia, menunjuk pada suatu ibadah, yang merujuk pada Al-Quran, hadits dan ijtihad ulama. "Sementara dimensi astronomi merujuk pada ilmu pengetahuan astronomi itu sendiri," kata Amin.
Para peserta yang berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura terdiri atas akademisi dan pakar ilmu falak yang berasal dari ormas Islam, BMKG, LAPAN, Bosscha ITB dan planetarium Jakarta serta Asosiasi Dosen Falak UIN.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: