Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai tidak ada urgensinya menarik kalangan oposisi, terutama Partai Gerindra ke dalam kabinet pemerintahan.

"Rekonsiliasi itu tidak harus bagi-bagi kekuasaan politik. Tidak harus dapat jatah menteri," katanya, saat dihubungi Antara, di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Akademisi: Ada niat parpol berseberangan di pilpres dukung pemerintah

Baca juga: Panitia Ijtima Ulama IV sengaja tak undang partai koalisi Prabowo


Apalagi, pengajar FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengingatkan bahwa Gerindra dalam banyak hal berseberangan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Gerindra, kata dia, dalam pemilihan umum menjadi simbol kekuatan oposisi yang menjadi kontrol bagi jalannya pemerintahan saat ini.

"Kalau akhirnya Gerindra dapat posisi menteri, apa yang kemudian bisa dijelaskan kepada rakyat? Semuanya kan jadi seperti dagelan," ujarnya.

Adi menegaskan sejak awal sebagai penganut mazhab politik bahwa pemilu merupakan ajang kompetisi dengan konsekuensi pemenangnya menjadi penguasa, sementara yang kalah harus siap jadi oposisi.

Baca juga: Gerindra: Prabowo tidak ada kesepakatan politik dengan Jokowi

Menurut dia, masuknya oposisi dalam pemerintahan akan menjadi pembelajaran politik yang tidak bagus bagi rakyat.

Bahkan, kata dia, rakyat bisa saja semakin apatis terhadap partai politik dan enggan berpartisipasi dalam pemilu.

"Untuk apa kalau semuanya akhirnya saling berkongsi? Rakyat memiliki logika sendiri yang barangkali berbeda dengan kalangan elite," jelasnya.

Baca juga: Pengamat: rekonsiliasi semestinya tanpa syarat apapun

Selain itu, Adi mengatakan rekonsiliasi elite berbasis "power sharing" tidak menjamin apapun terhadap terjadinya rekonsiliasi di level bawah.

"Karena itu, tidak ada urgensinya Gerindra masuk kabinet, baik secara politik maupun suasana batin kebangsaan. Biarkan saja berada di luar," katanya.

Baca juga: Bawaslu RI serahkan keterangan sengketa pemilu legislatif ke MK besok