KLHK percepat distribusi izin Perhutanan Sosial
9 Oktober 2019 16:20 WIB
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto (dua kanan) bersama Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit (dua kiri) dalam sebuah acara di Padang, Rabu (9/10/2019). ANTARA/Miko Elfisha/aa.
Padang (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan percepatan distribusi izin Perhutanan Sosial di seluruh wilayah Indonesia untuk mencapai target 12,7 juta hektare pada akhir 2019.
"Target itu sebenarnya sudah tercapai dengan pencadangan areal melalui Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS). Namun, distribusinya belum maksimal," kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), KLHK Bambang Supriyanto di Padang, Rabu.
Pada Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS) revisi ketiga, Menteri KLHK telah merealisasikan pencadangan areal untuk Perhutanan Sosial seluas 13,8 juta hektare.
Bambang menyebut untuk pendistribusian harus dipastikan tepat sasaran dan tepat kawasan. Artinya, orang yang menerima izin pengelolaan hutan itu adalah orang yang berada di sekitar kawasan hutan, bukan pihak-pihak yang berupaya memanfaatkan kawasan hutan, padahal tidak tinggal di sana.
"Izinnya harus tepat by name by adress, karena itu memang butuh proses," kata dia.
Baca juga: KLHK puji komitmen Sumbar tentang perhutanan sosial
Baca juga: 1.645 ha Hutan Adat di Kalimantan diserahkan pemerintah
Selain itu izin objek yang diberikan harus dipastikan berada di kawasan hutan sesuai dengan programnya Perhutanan Sosial.
Lebih jauh ia mengatakan program tersebut tidak harus berhenti di KLHK saja. Tetapi harus menjadi pembuka untuk integrasi program dari lintas kementerian hingga pemerintah daerah.
Banyak bantuan yang bisa diberikan, misalnya dalam hal bibit, pupuk bersubsidi maupun kemitraan dalam pengolahan produk yang dihasilkan dari areal hutan yang dikelola itu, juga penguatan pasar sehingga benar-benar bisa memberikan nilai tambah kepada masyarakat, salah satunya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Des).
Sebelumnya Koordinator Program KKI Warsi Riche Rahma Dewita mengatakan masyarakat yang mendapatkan izin pengelolaan Perhutanan Sosial bisa memanfaatkan lahan sekitar hutan yang selama ini "terlarang".
Berbagai usaha bisa dilakukan diantaranya berkaitan dengan pertanian dan perkebunan. Tetapi, seringkali produk yang dihasilkan tidak bisa menembus pasar dengan harga yang layak, sehingga manfaat yang dirasakan belum maksimal.
Persoalan itu bisa menjadi titik temu dengan BUMDes. Perusahaan milik desa itu bisa mengambil peran dalam hal pemasaran dengan harga wajar. Selain menguntungkan bagi pengelola lahan, keuntungan juga bisa dirasakan oleh desa atau nagari melalui Pendapatan Asli Desa.*
Baca juga: KLHK luncurkan Rumah Ko-Kreasi Pelayanan Perhutanan Sosial 4.0
Baca juga: Walhi: Harus ada pengecualian untuk perhutanan sosial di lahan gambut
"Target itu sebenarnya sudah tercapai dengan pencadangan areal melalui Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS). Namun, distribusinya belum maksimal," kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), KLHK Bambang Supriyanto di Padang, Rabu.
Pada Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS) revisi ketiga, Menteri KLHK telah merealisasikan pencadangan areal untuk Perhutanan Sosial seluas 13,8 juta hektare.
Bambang menyebut untuk pendistribusian harus dipastikan tepat sasaran dan tepat kawasan. Artinya, orang yang menerima izin pengelolaan hutan itu adalah orang yang berada di sekitar kawasan hutan, bukan pihak-pihak yang berupaya memanfaatkan kawasan hutan, padahal tidak tinggal di sana.
"Izinnya harus tepat by name by adress, karena itu memang butuh proses," kata dia.
Baca juga: KLHK puji komitmen Sumbar tentang perhutanan sosial
Baca juga: 1.645 ha Hutan Adat di Kalimantan diserahkan pemerintah
Selain itu izin objek yang diberikan harus dipastikan berada di kawasan hutan sesuai dengan programnya Perhutanan Sosial.
Lebih jauh ia mengatakan program tersebut tidak harus berhenti di KLHK saja. Tetapi harus menjadi pembuka untuk integrasi program dari lintas kementerian hingga pemerintah daerah.
Banyak bantuan yang bisa diberikan, misalnya dalam hal bibit, pupuk bersubsidi maupun kemitraan dalam pengolahan produk yang dihasilkan dari areal hutan yang dikelola itu, juga penguatan pasar sehingga benar-benar bisa memberikan nilai tambah kepada masyarakat, salah satunya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Des).
Sebelumnya Koordinator Program KKI Warsi Riche Rahma Dewita mengatakan masyarakat yang mendapatkan izin pengelolaan Perhutanan Sosial bisa memanfaatkan lahan sekitar hutan yang selama ini "terlarang".
Berbagai usaha bisa dilakukan diantaranya berkaitan dengan pertanian dan perkebunan. Tetapi, seringkali produk yang dihasilkan tidak bisa menembus pasar dengan harga yang layak, sehingga manfaat yang dirasakan belum maksimal.
Persoalan itu bisa menjadi titik temu dengan BUMDes. Perusahaan milik desa itu bisa mengambil peran dalam hal pemasaran dengan harga wajar. Selain menguntungkan bagi pengelola lahan, keuntungan juga bisa dirasakan oleh desa atau nagari melalui Pendapatan Asli Desa.*
Baca juga: KLHK luncurkan Rumah Ko-Kreasi Pelayanan Perhutanan Sosial 4.0
Baca juga: Walhi: Harus ada pengecualian untuk perhutanan sosial di lahan gambut
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: