Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut ekonomi Indonesia masih kuat karena didorong sektor konsumsi dalam negeri meski perkembangan global saat ini melambat.

"Kita lebih banyak tergantung permintaan (demand) di dalam negeri dari pada ekspor. Jadi jangan dicampur aduk, dunia sedang payah jangan dianggap kita juga payah," kata Darmin Nasution di kantornya di Jakarta, Rabu.

Dengan begitu, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini masih di atas lima persen.

Baca juga: BKPM sebut perlambatan ekonomi global bisa dimanfaatkan

Darmin juga menyebut ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Hal itu disebabkan karena peranan ekspor impor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB), lanjut dia, juga tidak terlalu tinggi dibandingkan dua negara tersebut.

Meski begitu, Darmin mengakui perlambatan ekonomi global juga dirasakan Indonesia karena ekspor utama RI adalah China dan Amerika Serikat, dua negara yang saat ini terlibat perang dagang.

Baca juga: Menkeu: APBN 2020 perkuat fondasi ekonomi dari tekanan global

Walau dirasakan, Darmin menyebut pengaruhnya tidak terlalu banyak.

"Tidak terlalu banyak (pengaruh), karena kita porsi ekspor impor di dalam ekonomi tidak setinggi Malaysia atau Thailand sehingga, masih bisa bertahan sampai lima persen," imbuh Darmin.

Sementara itu, Darmin menyebut ekspor impor Indonesia yang selama enam bulan terakhir melambat, kini sudah mulai membaik sejak dua bulan lalu.

"Impor itu indikator dari penggunaan bahan baku dan barang modal, karena 90 persen impor kita itu bahan baku dan barang modal," ucap Darmin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia Januari-Agustus 2019 secara kumulatif mencapai 110,07 miliar dolar AS atau menurun 8,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2018.

Dari perolehan itu, nilai ekspor nonmigas paling besar mencapai 101.480 miliar dolar AS.

Pada periode Januari-Agustus 2019, China menjadi negara tujuan utama ekspor RI dengan nilai mencapai 15.947,9 juta dolar AS atau 15,71 persen.

Posisi kedua diikuti Amerika Serikat dengan nilai 11.513,5 juta dolar AS atau 11,35 persen dan Jepang dengan 9.091,5 juta dolar AS (8,96 persen).

Komoditas utama yang diekspor ke China pada periode tersebut adalah batubara, lignit, dan minyak kelapa sawit.