Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan mengungkapkan, realisasi pembayaran pinjaman pemerintah pada semester I 2008, yang terdiri atas cicilan pokok, bunga dan biaya pinjaman dari dalam dan luar negeri, mencapai Rp88,87 triliun atau 39,33 persen dari alokasi yang disiapkan pemerintah, Rp225,97 triliun. Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setlemen Depkeu Widjanarko di Jakarta, Rabu menjelaskan, realisasi pembayaran tersebut terdiri atas pembayaran pokok pinjaman Rp44,17 triliun serta pembayaran bunga dan biaya pinjaman Rp44,69 triliun. Pembayaran pokok pinjaman pun, katanya, terdiri atas pokok pinjaman dalam negeri Rp15,4 triliun dan pokok pinjaman luar negeri Rp28,7 triliun. Sedangkan pembayaran bunga dan biaya pinjaman, jelasnya, terdiri atas bunga dan biaya atas pinjaman dalam negeri Rp30,7 triliun dan atas pinjaman luar negeri Rp13,99 triliun. Menurutnya, stok pinjaman pemerintah hingga 30 Juni 2008 mencapai 63,1 miliar dolar AS. "Stok utang sebesar US$ 63,1 miliar merupakan data terkini, yang menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 sebesar 62,25 miliar dolar AS," kata Widjanarko. Jumlah tersebut, menurut dia, tidak termasuk stok obligasi internasional sebesar 11,2 miliar dolar AS. Dijelaskannya, meskipun stok pinjaman luar negeri pemerintah meningkat menjadi 63,1 miliar dolar AS, rasio utang pemerintah jauh menurun. "Rasio pinjaman terhadap PDB per 7 Juli menurun dari 36 persen pada 2007 menjadi 33,39 persen. Ini berarti, target penurunan rasio pinjaman pemerintah telah sesuai dengan target sekitar 32 persen pada 2009," ungkap dia. Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi UI Bambang Brodjonegoro menilai, realisasi pembayaran pinjaman pemerintah sudah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengembalikan pinjamannya dengan baik, yang terlihat dari semakin kecilnya rasio pinjaman sesuai target pemerintah. Dijelaskannya, posisi dan kemampuan Indonesia dalam membayar pinjaman dianggap cukup baik dibanding dengan banyak negara lain, mengingat banyak negara di dunia memiliki rasio pinjaman di atas 100 persen. Menurutnya, dua kriteria yang menunjukkan stabilnya kemampuan pembayaran pinjaman pemerintah, adalah rasio utang yang terus menurun dan pembayaran pinjaman pemerintah yang relatif lancar. Hal tersebut, menurut dia, memperjelas komitmen kuat pemerintah untuk terus mengurangi rasio utang pemerintah secara bertahap. "Karena itu, pemerintah bisa meminta keringanan kepada negara donor dalam bentuk pengajuan pengurangan jumlah utang atau mengurangi jumlah waktu pembayaran. Misalnya, jatuh tempo kita masih 10 tahun lagi, tapi kita bisa percepat menjadi 5 tahun lagi, sehingga mengurangi beban bunga pinjaman," jelasnya. Sedangkan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Olly Dondokambey mengakui, bahwa pembayaran pinjaman pemerintah sebesar 39,33 persen merupakan prestasi yang baik karena dianggap sesuai dengan komitmen dan kemampuan. "Pemerintah belum bisa membayar seluruh target pinjamannya karena memang semua penerimaan negara belum masuk ke kas negara," katanya.(*)