81 persen kebutaan terjadi akibat katarak di Indonesia
8 Oktober 2019 21:50 WIB
Pasien usai menjalani operasi katarak di Rumah Sakit TNI AL dr Ramelan Surabaya, Jawa Timur. Operasi katarak massal gratis dilakukan di rumah sakit itu untuk mencegah kebutaan akibat katarak. (ANTARA/M Risyal Hidayat)
Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 81 persen kasus kebutaan di Indonesia terjadi akibat katarak menurut hasil survei kebutaan yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan di 15 provinsi.
Menurut siaran Kementerian Kesehatan di Jakarta, Selasa, data Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014--2016 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai tiga persen.
Survei RAAB dengan sasaran penduduk berusia 50 tahun ke atas dilakukan di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua Barat.
"Saat ini kurang lebih 90 persen gangguan penglihatan terdapat di wilayah penduduk berpenghasilan rendah, 82 persen kebutaan terjadi pada usia 50 tahun atau lebih," kata Ketua PP Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia dr. M. Siddik, Sp.M.
Jika dibiarkan, ia mengatakan, kondisi yang demikian rawan menimbulkan "tsunami katarak". Penduduk berusia di atas 50 tahun pada 2030 akan menjadi penyumbang 25 persen penduduk Indonesia yang terancam katarak.
"Itu usia di mana seseorang rawan menderita katarak. Jadi jumlah penderita katarak pasti bertambah banyak," kata Siddik.
Dia mengatakan, sebagian besar gangguan penglihatan dapat dicegah dan ditangani. "Sebenarnya 80 persen gangguan penglihatan termasuk kebutaan dapat dicegah dan ditangani," katanya.
Skrining dan deteksi dini merupakan kunci utama dalam penanganan kasus gangguan penglihatan sedini mungkin.
Umur harapan hidup di Indonesia meningkat dari 63 tahun pada 1990 menjadi 69 tahun pada 2017.
Peningkatan usia harapan hidup akan berdampak pada peningkatan penyakit-penyakit degeneratif. Dampaknya, kasus katarak dan gangguan penglihatan lain yang diakibatkan oleh penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus dan Glaukoma juga akan bertambah.
Peningkatan kasus gangguan penglihatan tentunya berimplikasi pada pembiayaan kesehatan. Pengeluaran rata-rata per pasien yang mengalami kebutaan adalah hampir dua kali lipat dari biaya lainnya. Biaya penanganan buta pada dua mata antara Rp170 juta sampai Rp196 juta. Selain itu, ada konsekuensi biaya tidak langsung akibat menurunnya produktivitas.
Baca juga:
240.000 penduduk Indonesia terancam kebutaan
Menkes: kampanye "pupil putih" untuk cegah kebutaan
Menurut siaran Kementerian Kesehatan di Jakarta, Selasa, data Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014--2016 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai tiga persen.
Survei RAAB dengan sasaran penduduk berusia 50 tahun ke atas dilakukan di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua Barat.
"Saat ini kurang lebih 90 persen gangguan penglihatan terdapat di wilayah penduduk berpenghasilan rendah, 82 persen kebutaan terjadi pada usia 50 tahun atau lebih," kata Ketua PP Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia dr. M. Siddik, Sp.M.
Jika dibiarkan, ia mengatakan, kondisi yang demikian rawan menimbulkan "tsunami katarak". Penduduk berusia di atas 50 tahun pada 2030 akan menjadi penyumbang 25 persen penduduk Indonesia yang terancam katarak.
"Itu usia di mana seseorang rawan menderita katarak. Jadi jumlah penderita katarak pasti bertambah banyak," kata Siddik.
Dia mengatakan, sebagian besar gangguan penglihatan dapat dicegah dan ditangani. "Sebenarnya 80 persen gangguan penglihatan termasuk kebutaan dapat dicegah dan ditangani," katanya.
Skrining dan deteksi dini merupakan kunci utama dalam penanganan kasus gangguan penglihatan sedini mungkin.
Umur harapan hidup di Indonesia meningkat dari 63 tahun pada 1990 menjadi 69 tahun pada 2017.
Peningkatan usia harapan hidup akan berdampak pada peningkatan penyakit-penyakit degeneratif. Dampaknya, kasus katarak dan gangguan penglihatan lain yang diakibatkan oleh penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus dan Glaukoma juga akan bertambah.
Peningkatan kasus gangguan penglihatan tentunya berimplikasi pada pembiayaan kesehatan. Pengeluaran rata-rata per pasien yang mengalami kebutaan adalah hampir dua kali lipat dari biaya lainnya. Biaya penanganan buta pada dua mata antara Rp170 juta sampai Rp196 juta. Selain itu, ada konsekuensi biaya tidak langsung akibat menurunnya produktivitas.
Baca juga:
240.000 penduduk Indonesia terancam kebutaan
Menkes: kampanye "pupil putih" untuk cegah kebutaan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: