Emerson: "Framing" anggota DPR prokoruptor terbangun dengan sendirinya
8 Oktober 2019 21:13 WIB
Penggiat antikorupsi Emerson Yuntho (kanan) membuat candaan yang membuat Direktur Hukum Wain Advisory Sulthan Muhammad Yus (kiri) tertawa saat menjadi pembicara dalam acara "Habis Demo Terbitlah Perppu" di Jakarta, Selasa (8-10-2019). ANTARA/Abdu Faisal
Jakarta (ANTARA) - Penggiat antikorupsi Emerson Yuntho mengatakan framing anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pendukung revisi UU KPK sebagai prokoruptor terbangun dengan sendirinya.
KPK tidak pernah menyebut lembaga lain di luar KPK adalah prokoruptor. Namun, narasi itu muncul sebagai komplain karena banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK menjerat elite partai politik di DPR yang secara kebetulan mendukung revisi UU KPK.
"DPR tidak prokoruptor, tetapi proses korupsi yang terpengaruh ke DPR ada 23 orang, termasuk pimpinan sebelumnya, Setya Novanto, itu dijerat kasus korupsi," ujar Emerson dalam acara "Habis Demo Terbitlah Perppu" di Tebet Jakarta Selatan, Selasa.
Baca juga: Anggota DPR: Skandal KPK akan terbuka seiring waktu
Tidak hanya lembaga legislatif, tetapi lembaga eksekutif juga seperti terganggu dengan kinerja KPK. Hal ini, kata dia, terbukti setelah Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko menyebut KPK mengganggu investasi.
Menurut penggiat antikorupsi yang cukup aktif di Indonesia Corruption Watch sebelum masa baktinya berakhir Desember 2018, bila revisi UU KPK sudah diberi nomor dan diundangkan, ke depan tidak akan ada lagi OTT KPK yang bisa menjerat elite politik di lembaga legislatif dan eksekutif.
"Jadi, ke depan perlu ada upaya menyelamatkan KPK. Supaya OTT di Lampung Utara kemarin itu bukan jadi yang terakhir," ujar Emerson.
Oleh sebab itu, dia bersama Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Baca juga: ICW: Ada 10 konsekuensi timbul bila presiden tak keluarkan Perppu KPK
Perppu, menurut dia, akan mengembalikan peraturan KPK ke UU Nomor 30 Tahun 2002 dan menyelamatkan KPK dari pelemahan secara konstitusional.
"Desakan ini mengingatkan Jokowi tentang janji-janji kampanyenya soal memperkuat KPK. Kalau revisi UU KPK diundangkan, yang kena OTT nanti yang tidak ada relasi sama sekali dengan elite politik," kata Emerson.
Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu merasa upaya DPR memperbaiki KPK belakangan dianggap sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi, padahal sebenarnya tidak.
"Kini ada framing, bagi yang mendukung KPK itu bersih. Yang kontra-KPK itu prokoruptor. Kalau saya prokoruptor, saya justru akan bilang kinerja KPK itu baik. Supaya citra saya baik," ujar Masinton.
Baca juga: Guru Besar Hukum Unbor sebut Perpu KPK tidak diperlukan
Ia mengatakan bahwa DPR sudah mencoba memberi masukan kepada lembaga antirasuah itu untuk melakukan sejumlah perbaikan. Namun, KPK tidak pernah menggubrisnya.
Oleh karena itu, Masinton yang tergabung bersama Komisi III DPR Periode 2014—2019 saat itu mengusulkan revisi UU KPK agar kinerja lembaga antirasuah itu lebih optimal.
KPK tidak pernah menyebut lembaga lain di luar KPK adalah prokoruptor. Namun, narasi itu muncul sebagai komplain karena banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK menjerat elite partai politik di DPR yang secara kebetulan mendukung revisi UU KPK.
"DPR tidak prokoruptor, tetapi proses korupsi yang terpengaruh ke DPR ada 23 orang, termasuk pimpinan sebelumnya, Setya Novanto, itu dijerat kasus korupsi," ujar Emerson dalam acara "Habis Demo Terbitlah Perppu" di Tebet Jakarta Selatan, Selasa.
Baca juga: Anggota DPR: Skandal KPK akan terbuka seiring waktu
Tidak hanya lembaga legislatif, tetapi lembaga eksekutif juga seperti terganggu dengan kinerja KPK. Hal ini, kata dia, terbukti setelah Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko menyebut KPK mengganggu investasi.
Menurut penggiat antikorupsi yang cukup aktif di Indonesia Corruption Watch sebelum masa baktinya berakhir Desember 2018, bila revisi UU KPK sudah diberi nomor dan diundangkan, ke depan tidak akan ada lagi OTT KPK yang bisa menjerat elite politik di lembaga legislatif dan eksekutif.
"Jadi, ke depan perlu ada upaya menyelamatkan KPK. Supaya OTT di Lampung Utara kemarin itu bukan jadi yang terakhir," ujar Emerson.
Oleh sebab itu, dia bersama Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Baca juga: ICW: Ada 10 konsekuensi timbul bila presiden tak keluarkan Perppu KPK
Perppu, menurut dia, akan mengembalikan peraturan KPK ke UU Nomor 30 Tahun 2002 dan menyelamatkan KPK dari pelemahan secara konstitusional.
"Desakan ini mengingatkan Jokowi tentang janji-janji kampanyenya soal memperkuat KPK. Kalau revisi UU KPK diundangkan, yang kena OTT nanti yang tidak ada relasi sama sekali dengan elite politik," kata Emerson.
Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu merasa upaya DPR memperbaiki KPK belakangan dianggap sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi, padahal sebenarnya tidak.
"Kini ada framing, bagi yang mendukung KPK itu bersih. Yang kontra-KPK itu prokoruptor. Kalau saya prokoruptor, saya justru akan bilang kinerja KPK itu baik. Supaya citra saya baik," ujar Masinton.
Baca juga: Guru Besar Hukum Unbor sebut Perpu KPK tidak diperlukan
Ia mengatakan bahwa DPR sudah mencoba memberi masukan kepada lembaga antirasuah itu untuk melakukan sejumlah perbaikan. Namun, KPK tidak pernah menggubrisnya.
Oleh karena itu, Masinton yang tergabung bersama Komisi III DPR Periode 2014—2019 saat itu mengusulkan revisi UU KPK agar kinerja lembaga antirasuah itu lebih optimal.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: