Latar belakang tim negosiator batas laut RI dianggap harus bervariasi
8 Oktober 2019 20:33 WIB
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro Semarang yang juga Direktur Kantor Internasional Universitas Pancasila, Prof. Eddy Pratomo. (Megapolitan.antaranews.com/Foto: Humas UP)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Kantor Internasional Universitas Pancasila Prof. Eddy Pratomo mengatakan tim perunding Indonesia yang terlibat dalam proses negosiasi batas laut dengan negara-negara lain, tak hanya harus memiliki latar belakang hukum laut, namun juga keahlian yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
“Dalam proses perundingan penetapan batas maritim terjadi sebuah proses diskusi menggabungkan berbagai bidang keilmuan yang berbeda, seperti bidang hukum, politik, ilmu kebumian, ekonomi, sumber daya alam, geospasial,” kata Eddy dalam acara Forum Group Discussion bertema Delimitasi Batas Maritim di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Guru Besar: perundingan batas maritim Indonesia butuh waktu panjang Mantan Utusan Khusus Presiden Bidang Perundingan Batas Maritim RI-Malaysia itu menjelaskan semua bidang tersebut perlu diramu oleh tim perunding menjadi sebuah posisi yang diharapkan dapat menjadi sebuah garis yang dapat diterima oleh para pihak terkait.
“Hal tersebut tidak lah mudah,” tambah Eddy.
Oleh karena itu, selain memiliki keahlian yang beragam, ia menegaskan bahwa para juru runding juga harus memiliki kemampuan kerja sama yang kuat.
Baca juga: Indonesia dorong percepatan perjanjian batas maritim dengan 10 negara
“Kerja sama yang solid itu tidak boleh menonjol. Semua dalam tim negosiasi nasional yang terdiri dari berbagai unsur memiliki peran penting semua. Jadi team work yang solid, yang tidak mengedepankan kepentingan sektoral,” jelasnya.
Sabar, gigih, dan tegas juga menjadi karakteristik yang dia sebut perlu dimiliki oleh para negosiator. “Juga tak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai masukan yang datang,” tambahnya.
Terakhir, tak boleh ada agenda atau ambisi pribadi yang diselipkan ke dalam proses negosiasi yang membawa mandat dari negara tersebut.
Acara Forum Group Discussion bertema Delimitasi Batas Maritim digelar untuk kedua kalinya oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Pusat Hidrografi dan Oseanografis TNI AL guna melatih calon negosiator muda.
Baca juga: Indonesia Selesaikan 15 Status Batas Maritim
Plt Sesmenko Agung Kuswandono mengatakan dalam pidato pembukaannya bahwa banyak perjanjian batas maritim dengan negara tetangga yang belum selesai dan memakan waktu lama.
“Oleh karena itu, kita perlu melatih calon-calon negosiator muda,” ujarnya.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berbatasan dengan 10 negara tetangga. Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan 18 Perjanjian batas maritim untuk laut wilayah maupun perairan. 13 dari 18 perjanjian tersebut dihasilkan pada masa sebelum disepakatinya UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982.
“Dalam proses perundingan penetapan batas maritim terjadi sebuah proses diskusi menggabungkan berbagai bidang keilmuan yang berbeda, seperti bidang hukum, politik, ilmu kebumian, ekonomi, sumber daya alam, geospasial,” kata Eddy dalam acara Forum Group Discussion bertema Delimitasi Batas Maritim di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Guru Besar: perundingan batas maritim Indonesia butuh waktu panjang Mantan Utusan Khusus Presiden Bidang Perundingan Batas Maritim RI-Malaysia itu menjelaskan semua bidang tersebut perlu diramu oleh tim perunding menjadi sebuah posisi yang diharapkan dapat menjadi sebuah garis yang dapat diterima oleh para pihak terkait.
“Hal tersebut tidak lah mudah,” tambah Eddy.
Oleh karena itu, selain memiliki keahlian yang beragam, ia menegaskan bahwa para juru runding juga harus memiliki kemampuan kerja sama yang kuat.
Baca juga: Indonesia dorong percepatan perjanjian batas maritim dengan 10 negara
“Kerja sama yang solid itu tidak boleh menonjol. Semua dalam tim negosiasi nasional yang terdiri dari berbagai unsur memiliki peran penting semua. Jadi team work yang solid, yang tidak mengedepankan kepentingan sektoral,” jelasnya.
Sabar, gigih, dan tegas juga menjadi karakteristik yang dia sebut perlu dimiliki oleh para negosiator. “Juga tak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai masukan yang datang,” tambahnya.
Terakhir, tak boleh ada agenda atau ambisi pribadi yang diselipkan ke dalam proses negosiasi yang membawa mandat dari negara tersebut.
Acara Forum Group Discussion bertema Delimitasi Batas Maritim digelar untuk kedua kalinya oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Pusat Hidrografi dan Oseanografis TNI AL guna melatih calon negosiator muda.
Baca juga: Indonesia Selesaikan 15 Status Batas Maritim
Plt Sesmenko Agung Kuswandono mengatakan dalam pidato pembukaannya bahwa banyak perjanjian batas maritim dengan negara tetangga yang belum selesai dan memakan waktu lama.
“Oleh karena itu, kita perlu melatih calon-calon negosiator muda,” ujarnya.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berbatasan dengan 10 negara tetangga. Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan 18 Perjanjian batas maritim untuk laut wilayah maupun perairan. 13 dari 18 perjanjian tersebut dihasilkan pada masa sebelum disepakatinya UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982.
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019
Tags: