Soal kabinet, Pemuda Muhammadiyah: Jokowi mestinya lebih leluasa
8 Oktober 2019 19:11 WIB
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto (kanan) dan politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera, saat diskusi Forum Jurnalis Merah Putih "Jokowi di Pusaran Kepentingan, Minta Ini Minta Itu", di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Selasa (8/10/2019) (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Jakarta (ANTARA) - Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto menilai Presiden terpilih Joko Widodo semestinya bisa lebih leluasa dan percaya diri dalam menyusun kabinet di periode kedua pemerintahannya.
"Seharusnya Jokowi lebih 'confident' karena tidak melakukan pencalonan lagi," katanya, saat diskusi Forum Jurnalis Merah Putih "Jokowi di Pusaran Kepentingan, Minta Ini Minta Itu", di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Bambang Soesatyo soal menteri kabinet baru Jokowi
Baca juga: Enggan spekulasi jadi menteri lagi, Luhut: Kalau cocok saya kerjakan
Baca juga: Presiden Jokowi minta pendapat Buya Syafii pilih menteri kabinet
Baca juga: Pengamat: Sejumlah mantan kepala daerah potensial jadi menteri Jokowi
Cak Nanto, sapaan akrab Sunanto mengatakan Jokowi bisa lebih fokus bagaimana membangun narasi kebangsaan ke depan, tanpa tersandera dengan kepentingan partai politik.
Berbeda kondisinya, kata dia, dibandingkan dengan periode pertama kepemimpinannya yang mungkin masih dilematis mengatur langkah.
Jika tetap mengamini kepentingan parpol dalam menyusun kabinet, lanjut dia, maka justru akan menghambat pencapaian visi-misi yang dicanangkannya sendiri untuk lima tahun ke depan.
"Misalnya, fokus periode keduanya adalah pembangunan sumber daya. Sumber daya seperti apa kalau parpol hanya memikirkan kepentingan politik semata?" katanya.
Cak Nanto berharap Jokowi fokus terhadap calon-calon menteri dari kalangan profesional yang memiliki kemampuan mengimplementasikan visi-misi hingga ke bawah, bukan hanya menteri dari parpol.
Sementara itu, politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera pada kesempatan sama mengakui adanya lobi-lobi politik menjelang pelantikan dan pengumuman susunan kabinet karena tidak ada koalisi tanpa syarat.
Sekalipun Jokowi bukan berasal dari kalangan elite politik, kata dia, namun menjadi presiden melalui parpol sehingga kepentingan parpol pasti ada, termasuk dalam penyusunan kabinet.
Kapitra juga menilai sebagai kewajaran jika partai pendukung kemudian meminta jatah kursi, baik di kabinet maupun posisi di badan usaha milik negara (BUMN) karena merasa punya andil dalam memenangkan presiden.
"Seharusnya Jokowi lebih 'confident' karena tidak melakukan pencalonan lagi," katanya, saat diskusi Forum Jurnalis Merah Putih "Jokowi di Pusaran Kepentingan, Minta Ini Minta Itu", di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Bambang Soesatyo soal menteri kabinet baru Jokowi
Baca juga: Enggan spekulasi jadi menteri lagi, Luhut: Kalau cocok saya kerjakan
Baca juga: Presiden Jokowi minta pendapat Buya Syafii pilih menteri kabinet
Baca juga: Pengamat: Sejumlah mantan kepala daerah potensial jadi menteri Jokowi
Cak Nanto, sapaan akrab Sunanto mengatakan Jokowi bisa lebih fokus bagaimana membangun narasi kebangsaan ke depan, tanpa tersandera dengan kepentingan partai politik.
Berbeda kondisinya, kata dia, dibandingkan dengan periode pertama kepemimpinannya yang mungkin masih dilematis mengatur langkah.
Jika tetap mengamini kepentingan parpol dalam menyusun kabinet, lanjut dia, maka justru akan menghambat pencapaian visi-misi yang dicanangkannya sendiri untuk lima tahun ke depan.
"Misalnya, fokus periode keduanya adalah pembangunan sumber daya. Sumber daya seperti apa kalau parpol hanya memikirkan kepentingan politik semata?" katanya.
Cak Nanto berharap Jokowi fokus terhadap calon-calon menteri dari kalangan profesional yang memiliki kemampuan mengimplementasikan visi-misi hingga ke bawah, bukan hanya menteri dari parpol.
Sementara itu, politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera pada kesempatan sama mengakui adanya lobi-lobi politik menjelang pelantikan dan pengumuman susunan kabinet karena tidak ada koalisi tanpa syarat.
Sekalipun Jokowi bukan berasal dari kalangan elite politik, kata dia, namun menjadi presiden melalui parpol sehingga kepentingan parpol pasti ada, termasuk dalam penyusunan kabinet.
Kapitra juga menilai sebagai kewajaran jika partai pendukung kemudian meminta jatah kursi, baik di kabinet maupun posisi di badan usaha milik negara (BUMN) karena merasa punya andil dalam memenangkan presiden.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: