Jakarta (ANTARA) - Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namun pasar perbankan syariah justru masih rendah.

Bahkan pasar perbankan syariah hanya 5,7 persen dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Data juga memperlihatkan dari segi aset, ekonomi syariah di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Bahkan dibanding Australia yang masyarakat muslimnya sangat sedikit, Indonesia masih tertinggal.

Bahkan negara yang selama ini menjadi kiblat industri syariah dunia masih ditempati Inggris yang notabene penduduk muslimnya juga lebih sedikit dibandingkan Indonesia.

Dengan demikian, pasar untuk pengembangan produk-produk syariah termasuk dalam perbankan belum tergarap dengan baik. Banyak bank syariah terutama bank BUMN yang masih "menempel" sebagai unit usaha bukan sebagai badan usaha.

Direktur Keuangan & Treasury BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan rencana pemisahan (spin off) unit usaha Bank BTN Syariah juga sudah masuk ke dalam agenda perusahaan di tahun depan dengan tujuan agar lebih optimal dalam menggarap pasar di Indonesia.

Menurut Nixon, potensi pasar perbankan syariah di Indonesia sangat besar serta belum tergarap dengan baik. Diharapkan dengan adanya pemisahan tersebut membuat Bank BTN Syariah dapat lebih fokus dalam menggarap pasar terutama pasar KPR syariah.

Namun untuk melakukan pemisahan ini ternyata tidak sesederhana seperti yang dibayangkan.

Rangkaian prosedur harus dilewati seperti dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satunya berkaitan dengan aspek permodalan jangan sampai setelah dipisah bank itu collapse (ambruk).

Dalam rangka memenuhi rasio kecukupan modal (CAR) 8 sampai dengan 10 persen sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI) berarti PT Bank Tabungan Negara Tbk sebagai induk harus memberikan suntikan dana sebagai modal awal BTN Syariah nantinya.

Nixon memperkirakan untuk memenuhi rasio kecukupan modal Bank BTN Syariah dengan mempertimbangkan CAR minimum maka setidaknya membutuhkan dana segar Rp4,5 sampai Rp5 triliun.

Namun persoalannya, kalau Bank BTN sebagai induk disuruh menyuntikan dana sebesar itu tentunya bakal memberatkan bisnisnya ke depan. Apalagi pemerintah bakal melibatkan bank ini sebagai penyalur program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Agar rencana spin off Bank BTN Syariah ini tidak terlalu memberatkan, direksi Bank BTN sampai masih mempertimbangkan sejumlah opsi. Salah satunya menyatukan seluruh unit syariah di bank-bank BUMN menjadi perusahaan baru.

Sedangkan opsi lain yang juga tengah dipertimbangkan menyerahkan Bank BTN Syariah ini kepada perbankan/lembaga keuangan syariah yang sudah ada melalui mekanisme akuisisi.

Baca juga: Tahun 2020, Seluruh perbankan di Aceh wajib terapkan sistem syariah
Baca juga: OJK dorong pertumbuhan perbankan syariah dengan gelar Expo iB Vaganza ​
Ratusan warga Dusun Penanggak Timur, Desa Penanggak, Kabupaten Lombok Barat, NTB, antre menunggu giliran pengisian air bersih dari mobil tangki yang dilakukan oleh petugas Dinas Sosial NTB bekerja sama dengan Bank NTB Syariah, Jumat (27/9/2019). ANTARA/HO/Bank NTB Syariah/Awaludin (1)

Regulasi
Kepala Ekonom BTN Winang Budoyo menuturkan, relaksasi regulasi yang dikeluarkan BI terhadap sektor properti bisa menjadi momentum yang tepat bagi BTN untuk melakukan spin off unit syariahnya.

Pasalnya, terdapat hubungan positif antara penyaluran kredit perbankan ke sektor properti dengan pertumbuhan ekonomi sektor real estat.

Untuk memenuhi retrospektif modal di awal 2020 direncanakan aksi permodalan melalui subdebt di 2019 sebesar Rp3 triliun hingga Rp5 triliun yang dilakukan melalui junior Global Bond dan pinjaman subordinasi.

Pinjaman subordinasi direncanakan dilakukan bersama dengan PT Sarana Multigriya Finance (SMF) sebesar Rp3 triliun dengan jangka waktu 5 hingga 7 tahun.

Direktur Consumer Banking Budi Satria menyatakan optimistis kalau rencana spin off ini bakal mendongkrak kinerja Bank BTN Syariah karena lebih lincah bergerak. Berbeda dengan saat masih di unit usaha yang ruang gerak ekspansinya serba terbatas.

Apa yang dikemukakan Budi ada benarnya ketika BTN Syariah sudah menjadi perseroan terbatas (PT) dalam hal kebutuhan pembiayaan maka banyak pilihan yang bisa diambil, salah satunya dengan melakukan go public atau penawaran umum saham perdana.

Selain itu, BTN Syariah juga bisa menerbitkan berbagai instrumen produk pasar modal seperti obligasi ataupun Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIKEBA).

Dengan demikian nantinya ada dua bank BTN. Satunya memiliki bisnis inti di bidang layanan syariah, sedangkan satunya lagi bergerak di bidang layanan konvensional.

Baca juga: Transaksi Festival Ekonomi Syariah Sumatera 2019 tembus Rp2,1 triliun
Baca juga: Pangsa pasar kecil, BI serukan perluas jangkauan perbankan syariah
Area Manager Bank Mandiri Syariah Bogor Fitria Ekayani (kiri) dan Branch Manager Bank Mandiri Syariah Cibinong Nasrudin Anas (kanan) saat mengunjungi nasabah pengelola peternakan domba MT Farm Budi Susilo (tengah) di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/6/2019) ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.
Relaksasi
Pandangan lain kebijakan relaksasi yang diberikan oleh BI dan OJK terhadap sektor perumahan berbuah pada terus meningkatnya pertumbuhan sektor perumahan selama satu tahun terakhir, yaitu dari 3,07 persen di kuartal II/2018 menjadi 5,74 persen di kuartal II/2019.

Pertumbuhan ekonomi sektor real estate sudah melampaui pertumbuhan PDB sejak kuartal I/2019, yaitu 5,46 persen dan 5,74 persen di kuartal II/2019 (yoy).

Namun karena sumbangan sektor ini ke PDB masih kecil, yaitu hanya2,8 persen terhadap PDB, maka tidak mempunyai daya dorong yang cukup untuk dapat mendongkrak pertumbuhan PDB Indonesia.

Pengamat pasar modal Haryajid Ramelan menuturkan, instrumen syariah sangat dibutuhkan masyarakat di Indonesia sebagai alternatif untuk pembiayaan rumah melalui KPR syariah.

Adanya BTN Syariah yang masuk ke bisnis inti yang sama dengan induknya dengan cara syariah menjadikan masyarakat tidak lagi berpindah bank. Besarnya masyarakat muslim yang mulai hijrah ke instrumen syariah bakal memberikan peluang besar bagi BTN Syariah ke depan.

Menurut Haryajid, lesunya pasar properti saat ini dengan pembiayaan konvensional tentu akan bagus jika dilakukan pembiayaan secara syariah. Banyaknya yang beralih dari instrumen konvensional ke instrumen syariah menjadi ceruk tersendiri bagi BTN Syariah.

Pembiayaan syariah maupun penyimpanan secara syariah menunjukkan tren peningkatan. Tentu hal ini tak akan disia-siakan oleh perbankan termasuk dalam hal ini BTN yang selain selama ini bermain di sektor properti dan juga demand yang masih besar.

Hingga akhir Juni 2019, BTN Syariah mencatatkan pertumbuhan aset di ttingkat 19,67 persen (yoy) menjadi Rp29,17 triliun. Kenaikan aset tersebut disokong peningkatan pembiayaan sebesar 16,54 persen (yoy) menjadi Rp23,16 triliun per Juni 2019.

Sedangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 18,15 persen (yoy) menjadi Rp23,03 triliun pada akhir Juni 2019. Dengan capaian kinerja tersebut, per Juni 2019, BTN Syariah meraup laba senilai Rp105,23 miliar.