Belum dibeli pabrik, petani Temanggung terpaksa jual tembakau eceran
8 Oktober 2019 07:34 WIB
Ilustrasi: Warga memanen tembakau di persawahan desa Mento, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2019). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/pd.
Temanggung (ANTARA) - Tembakau kualitas super pada akhir masa panen 2019 di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, belum terserap pabrikan, kata Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung, Noer Ahsan.
Ahsan di Temanggung, Selasa, mengatakan tembakau yang belum terserap tersebut kebanyakan di wilayah Sumbing, yakni tembakau dengan kualitas G dan F yang merupakan tembakau srintil.
Ia menyebutkan harga di tingkat pedagang untuk kualitas G antara Rp200.000 hingga Rp250.000 per kilogram dan kualitas F mencapai Rp500.000 per kilogram.
"Harga tersebut pembelian di tingkat pedagang, sedangkan pabrikan belum ada yang membeli tembakau kualitas tersebut," katanya.
Ia menyebutkan tembakau yang masih di tingkat petani saat ini sekitar 30 persen yang justru tembakau kualitas bagus.
"Pabrikan belum membeli tembakau kualitas super tersebut, kemungkinan karena harganya tinggi. Mereka inginnya membeli dengan harga rendah, di bawah Rp100.000 per kilogram. Dalam hal ini petani tidak bisa berbuat banyak, karena perdagangan tembakau bersifat monopsoni," katanya.
Ia menuturkan dalam dua tahun terakhir kasusnya hampir sama, yakni cuaca bagus tetapi di akhir panen dengan tembakau kualitas bagus justru tidak terserap pabrikan.
"Pada 2017 bisa dimaklumi karena bulan Oktober sudah hujan deras, sedangkan tahun 2018 dan 2019 bulan Oktober masih kemarau sehingga hasil panen tembakau bagus," kata Ahsan.
Menurut dia, satu-satunya jalan untuk mengatasi hal tersebut dengan menjual tembakau eceran, namun butuh waktu lama.
"Tembakau grade G dan F dijual eceran dengan harga Rp50.000 hingga Rp100.000 per ons," katanya.
Baca juga: Kenaikan cukai rokok tinggi akan berimbas pada petani tembakau
Ahsan di Temanggung, Selasa, mengatakan tembakau yang belum terserap tersebut kebanyakan di wilayah Sumbing, yakni tembakau dengan kualitas G dan F yang merupakan tembakau srintil.
Ia menyebutkan harga di tingkat pedagang untuk kualitas G antara Rp200.000 hingga Rp250.000 per kilogram dan kualitas F mencapai Rp500.000 per kilogram.
"Harga tersebut pembelian di tingkat pedagang, sedangkan pabrikan belum ada yang membeli tembakau kualitas tersebut," katanya.
Ia menyebutkan tembakau yang masih di tingkat petani saat ini sekitar 30 persen yang justru tembakau kualitas bagus.
"Pabrikan belum membeli tembakau kualitas super tersebut, kemungkinan karena harganya tinggi. Mereka inginnya membeli dengan harga rendah, di bawah Rp100.000 per kilogram. Dalam hal ini petani tidak bisa berbuat banyak, karena perdagangan tembakau bersifat monopsoni," katanya.
Ia menuturkan dalam dua tahun terakhir kasusnya hampir sama, yakni cuaca bagus tetapi di akhir panen dengan tembakau kualitas bagus justru tidak terserap pabrikan.
"Pada 2017 bisa dimaklumi karena bulan Oktober sudah hujan deras, sedangkan tahun 2018 dan 2019 bulan Oktober masih kemarau sehingga hasil panen tembakau bagus," kata Ahsan.
Menurut dia, satu-satunya jalan untuk mengatasi hal tersebut dengan menjual tembakau eceran, namun butuh waktu lama.
"Tembakau grade G dan F dijual eceran dengan harga Rp50.000 hingga Rp100.000 per ons," katanya.
Baca juga: Kenaikan cukai rokok tinggi akan berimbas pada petani tembakau
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: