Warga Muara Angke ditawari Selter relokasi proyek JSS
7 Oktober 2019 22:11 WIB
Lurah Pluit, Rosiwan (tengah) dan PPK Infrastruktur khusus Jakarta zona 2, Elisabeth Tarigan (kanan) saat sosialisasi yang ke empat kalinya di ruang rapat tempat pelelangan ikan, Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara, Senin (7/10/2019). (ANTARA/FAUZI LAMBOKA)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah DKI Jakarta menawarkan tempat tinggal sementara atau selter bagi warga RT 6 dan 12 RW 3 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara yang terdampak proyek pembangunan instalasi pengelolaan air limbah terpusat Jakarta Seweraga System (JSS) zona 2 di wilayah tersebut.
Lurah Pluit, Rosiwan mengatakan proyek tersebut sangat mendesak dan Jakarta sudah sangat darurat air. Selain itu sejumlah kali di wilayah Jakarta tidak ada lagi bersih, semua warnanya tidak lagi coklat, tetapi sudah hitam.
"Kita juga capek kalau melakukan sosialisasi terus menerus, yang penting pemerintah tidak menyengsarakan warganya," kata Rosiwan saat sosialisasi yang ke empat kalinya di ruang rapat tempat pelelangan ikan, Muara Angke, Senin.
Rosiwan menjelaskan warga yang terkena dampak dari proyek JSS akan ditempatkan sementara di selter, dengan rencana lokasi pembangunan di bekas kantor Kecamatan Pulau Seribu serta rumah sakit paru.
"Pak Gubernur tidak akan memindahkan atau merelokasi warga muara angke, jauh dari Muara Angke, karena sebagian besar pekerjaannya adalah nelayan," jelasnya.
Selter kata dia, maksimal ditinggali selama tiga tahun. Selanjutnya, warga akan dipindahkan ke rumah susun yang akan dibangun juga di kawasan Muara Angke.
"Dulu, bapak ibu sudah tahu, waktu penertiban taman kota Waduk Pluit, itu semua warga kebanyakan ke Marunda, akhirnya warga yang dipindahkan teriak, dikarenakan mata pencahariannya ada di Wilayah Pluit," kata Rosiwan.
PPK Infrastruktur khusus Jakarta zona 2, Elisabeth Tarigan mengakui jika proyek itu akan berdampak terhadap warga yang saat ini bermukim di lahan sekitar waduk tersebut.
"Kita sudah diskusikan, akan ada relokasi jangka pendek dengan membangun selter atau rumah singgah yang dapat dihuni maksimal selama tiga tahun," jelas Elisa.
Menurut Elisa, kawasan Muara Angke merupakan kawasan nelayan di bawah pengelolaan dinas ketahanan pangan, kelautan dan pertanian.
"Kita ingin menata kawasan ini menjadi kawasan nelayan yang maju, dengan membangun semua infrastruktur untuk berusaha," ujarnya.
Baca juga: Warga Muara Angke tolak pembangunan instalasi pengelolaan air limbah
Baca juga: BKSDA DKI Jakarta dan YKAN gelar mangrove volunteers di Muara Angke
Baca juga: Nelayan sebut tumpahan minyak tak pengaruhi ikan di Kepulauan Seribu
Warga Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara masih menolak pembangunan instalasi pengelolaan air limbah terpusat Jakarta Seweraga System (JSS) zona 2 di wilayah tersebut.
"Kita tidak hanya tinggal, tetapi kita juga hidup dan berusaha untuk mencari makan. Jika kita pindah ke selter selama tiga tahun, terus makan kita dari mana," kata Junaedi, warga RT 6 RW 3 saat sosialisasi proyek tersebut.
Sosialisasi itu berakhir dengan kesimpulan dari Lurah Pluit akan dilakukan pengukuran serta pematokan batas-batas untuk mengetahui siapa saya yang terdampak dari proyek tersebut.
Lurah Pluit, Rosiwan mengatakan proyek tersebut sangat mendesak dan Jakarta sudah sangat darurat air. Selain itu sejumlah kali di wilayah Jakarta tidak ada lagi bersih, semua warnanya tidak lagi coklat, tetapi sudah hitam.
"Kita juga capek kalau melakukan sosialisasi terus menerus, yang penting pemerintah tidak menyengsarakan warganya," kata Rosiwan saat sosialisasi yang ke empat kalinya di ruang rapat tempat pelelangan ikan, Muara Angke, Senin.
Rosiwan menjelaskan warga yang terkena dampak dari proyek JSS akan ditempatkan sementara di selter, dengan rencana lokasi pembangunan di bekas kantor Kecamatan Pulau Seribu serta rumah sakit paru.
"Pak Gubernur tidak akan memindahkan atau merelokasi warga muara angke, jauh dari Muara Angke, karena sebagian besar pekerjaannya adalah nelayan," jelasnya.
Selter kata dia, maksimal ditinggali selama tiga tahun. Selanjutnya, warga akan dipindahkan ke rumah susun yang akan dibangun juga di kawasan Muara Angke.
"Dulu, bapak ibu sudah tahu, waktu penertiban taman kota Waduk Pluit, itu semua warga kebanyakan ke Marunda, akhirnya warga yang dipindahkan teriak, dikarenakan mata pencahariannya ada di Wilayah Pluit," kata Rosiwan.
PPK Infrastruktur khusus Jakarta zona 2, Elisabeth Tarigan mengakui jika proyek itu akan berdampak terhadap warga yang saat ini bermukim di lahan sekitar waduk tersebut.
"Kita sudah diskusikan, akan ada relokasi jangka pendek dengan membangun selter atau rumah singgah yang dapat dihuni maksimal selama tiga tahun," jelas Elisa.
Menurut Elisa, kawasan Muara Angke merupakan kawasan nelayan di bawah pengelolaan dinas ketahanan pangan, kelautan dan pertanian.
"Kita ingin menata kawasan ini menjadi kawasan nelayan yang maju, dengan membangun semua infrastruktur untuk berusaha," ujarnya.
Baca juga: Warga Muara Angke tolak pembangunan instalasi pengelolaan air limbah
Baca juga: BKSDA DKI Jakarta dan YKAN gelar mangrove volunteers di Muara Angke
Baca juga: Nelayan sebut tumpahan minyak tak pengaruhi ikan di Kepulauan Seribu
Warga Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara masih menolak pembangunan instalasi pengelolaan air limbah terpusat Jakarta Seweraga System (JSS) zona 2 di wilayah tersebut.
"Kita tidak hanya tinggal, tetapi kita juga hidup dan berusaha untuk mencari makan. Jika kita pindah ke selter selama tiga tahun, terus makan kita dari mana," kata Junaedi, warga RT 6 RW 3 saat sosialisasi proyek tersebut.
Sosialisasi itu berakhir dengan kesimpulan dari Lurah Pluit akan dilakukan pengukuran serta pematokan batas-batas untuk mengetahui siapa saya yang terdampak dari proyek tersebut.
Pewarta: Fauzi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: