Peneliti: Pengguna digital tak apa bayar lebih untuk 5G
7 Oktober 2019 19:09 WIB
Peneliti konsultan manajemen multinasional AT Kearney, Hari Venkataramani, saat memaparkan hasil riset tentang 5G di Jakarta, Senin (7/10/2019). ANTARA/M Razi Rahman
Jakarta (ANTARA) - Peneliti konsultan manajemen multinasional AT Kearney, Hari Venkataramani menyatakan hasil riset menunjukkan bahwa kebanyakan pengguna teknologi digital seperti pemakai telepon seluler di Indonesia mengaku tidak apa-apa membayar lebih untuk menggunakan teknologi 5G.
"Konsumen tertarik dengan 5G dan menyatakan tidak mengapa membayar lebih untuk kualitas yang lebih baik," kata Hari Venkataramani ketika memaparkan hasil riset tentang 5G di Jakarta, Senin.
Teknologi digital 5G dinilai memiliki beragam manfaat yaitu kecepatan hingga 50 kali lebih cepat, 10 kali lebih responsif, dan daya konektivitas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknologi 4G.
Namun, menurut dia, akan fatal bagi operator telekomunikasi untuk terlibat dalam perang harga hanya untuk menarik lebih banyak pelanggan.
Ia memaparkan, operator perlu membangun kapabilitas baru perusahaan serta menyediakan layanan yang bisa menggabungkan konektivitas tingkat tinggi dengan solusi serta aplikasi untuk membantu pelanggan dalam memahami dan menerapkan teknologi 5G
Baca juga: Infrastruktur 5G perlu dibangun merata di kawasan Nusantara
Berbagai operator tersebut, lanjutnya, dinilai juga harus bersaing dengan berbagai perusahaan kompetitor atau pesaing baru yang menyediakan jaringan pribadi untuk perusahaan.
"Potensi bisnis yang muncul dari implementasi 5G di ASEAN sangat besar. Namun, untuk mencapai potensi penuh, kawasan ASEAN perlu memahami bagaimana menghadapi tantangan utama dalam implementasinya," ucapnya.
Untuk itu, ujar dia, permasalahan utama yang perlu diambil oleh regulator atau pemerintah antara lain memastikan ketersediaan spektrum jangka pendek hingga memelihara kemampuan keamanan siber nasional di seluruh kawasan.
Sebelumnya, Pemerintah telah mendorong seluruh operator telekomunikasi melakukan uji coba jaringan 5G mengingat teknologi tersebut akan mendukung perekonomian nasional dan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi perusahaan.
"Kalau ditanya ke pemerintah sudah sejauh mana kesiapan 5G, maka sebaiknya yang harus ditanya adalah ke operator telekomunikasi, sudah seberapa jauh kesiapannya, mengingat operator yang paling berkepentingan," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat acara fiberisasi untuk kesiapan 5G di Jakarta, Rabu (21/8).
Baca juga: 5G bakal tingkatkan pendapatan operator hingga 1,8 miliar dolar
Dikatakan, sejumlah negara seperti Korea Selatan dan Jepang saat ini juga terus mengembangkan dan menyiapkan 5G sebagai teknologi termutakhir telekomunikasi dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jepang misalnya, katanya, saat ini terus mengembangkan teknologi 5G untuk mendukung penyelenggaraan Olimpiade 2020.
Mengingat teknologi 5G saat ini sudah menjadi kebutuhan dunia, Rudiantara mengatakan bahwa semua operator telekomunikasi di Indonesia harus aktif dan terus melakukan uji coba jaringan 5G dengan basis antarbisnis (B to B).
"Konsumen tertarik dengan 5G dan menyatakan tidak mengapa membayar lebih untuk kualitas yang lebih baik," kata Hari Venkataramani ketika memaparkan hasil riset tentang 5G di Jakarta, Senin.
Teknologi digital 5G dinilai memiliki beragam manfaat yaitu kecepatan hingga 50 kali lebih cepat, 10 kali lebih responsif, dan daya konektivitas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknologi 4G.
Namun, menurut dia, akan fatal bagi operator telekomunikasi untuk terlibat dalam perang harga hanya untuk menarik lebih banyak pelanggan.
Ia memaparkan, operator perlu membangun kapabilitas baru perusahaan serta menyediakan layanan yang bisa menggabungkan konektivitas tingkat tinggi dengan solusi serta aplikasi untuk membantu pelanggan dalam memahami dan menerapkan teknologi 5G
Baca juga: Infrastruktur 5G perlu dibangun merata di kawasan Nusantara
Berbagai operator tersebut, lanjutnya, dinilai juga harus bersaing dengan berbagai perusahaan kompetitor atau pesaing baru yang menyediakan jaringan pribadi untuk perusahaan.
"Potensi bisnis yang muncul dari implementasi 5G di ASEAN sangat besar. Namun, untuk mencapai potensi penuh, kawasan ASEAN perlu memahami bagaimana menghadapi tantangan utama dalam implementasinya," ucapnya.
Untuk itu, ujar dia, permasalahan utama yang perlu diambil oleh regulator atau pemerintah antara lain memastikan ketersediaan spektrum jangka pendek hingga memelihara kemampuan keamanan siber nasional di seluruh kawasan.
Sebelumnya, Pemerintah telah mendorong seluruh operator telekomunikasi melakukan uji coba jaringan 5G mengingat teknologi tersebut akan mendukung perekonomian nasional dan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi perusahaan.
"Kalau ditanya ke pemerintah sudah sejauh mana kesiapan 5G, maka sebaiknya yang harus ditanya adalah ke operator telekomunikasi, sudah seberapa jauh kesiapannya, mengingat operator yang paling berkepentingan," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat acara fiberisasi untuk kesiapan 5G di Jakarta, Rabu (21/8).
Baca juga: 5G bakal tingkatkan pendapatan operator hingga 1,8 miliar dolar
Dikatakan, sejumlah negara seperti Korea Selatan dan Jepang saat ini juga terus mengembangkan dan menyiapkan 5G sebagai teknologi termutakhir telekomunikasi dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jepang misalnya, katanya, saat ini terus mengembangkan teknologi 5G untuk mendukung penyelenggaraan Olimpiade 2020.
Mengingat teknologi 5G saat ini sudah menjadi kebutuhan dunia, Rudiantara mengatakan bahwa semua operator telekomunikasi di Indonesia harus aktif dan terus melakukan uji coba jaringan 5G dengan basis antarbisnis (B to B).
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: